POTENSI PERTENTANGAN PASAL 2 AYAT (2) PERMENDESA NOMOR 10 TAHUN 2025 DENGAN UU NO. 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN

POTENSI PERTENTANGAN PASAL 2 AYAT (2) PERMENDESA NOMOR 10 TAHUN 2025 DENGAN UU NO. 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN

Oleh: NUR ROZUQI*

Berikut adalah uraian mengenai Pasal 2 Ayat (2) yang berbunyi: “Persetujuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil Musyawarah Desa/Musyawarah Desa Khusus.” Serta analisis mengapa ketentuan ini berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

A. Makna Substansi Pasal 2 Ayat (2)

Pasal ini menyatakan bahwa keputusan pembiayaan berupa pinjaman untuk kegiatan usaha KDMP (Kegiatan Desa Mandiri Produktif) ditetapkan melalui forum Musyawarah Desa atau Musyawarah Desa Khusus. Artinya:
1. Persetujuan atas pinjaman tidak dilakukan oleh lembaga usaha itu sendiri, melainkan melalui forum pemerintahan desa.
2. Musyawarah Desa menjadi instrumen legal untuk menyetujui pembiayaan usaha KDMP.

B. Potensi Pertentangan dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

1. Koperasi adalah Badan Hukum Mandiri

UU No. 25 Tahun 1992 menegaskan bahwa koperasi:
a. Dibentuk oleh dan untuk anggota (Pasal 4)
b. Dikelola secara demokratis oleh pengurus yang dipilih oleh anggota (Pasal 30)
c. Menjalankan kegiatan usaha berdasarkan keputusan internal koperasi, bukan keputusan eksternal

Maka, jika KDMP dijalankan melalui koperasi atau lembaga ekonomi berbasis anggota, maka persetujuan pembiayaan harus dilakukan oleh rapat anggota koperasi, bukan Musyawarah Desa.

2. Musyawarah Desa Bukan Forum Pengambilan Keputusan Usaha Koperasi

Musyawarah Desa diatur dalam UU Desa (UU No. 6 Tahun 2014) sebagai forum pengambilan keputusan strategis desa, seperti:
a. Penetapan RKPDes
b. Penetapan prioritas pembangunan
c. Pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa

Namun, Musyawarah Desa tidak memiliki kewenangan hukum untuk menyetujui pembiayaan usaha koperasi, karena:
a. Koperasi memiliki struktur dan mekanisme internal tersendiri
b. Musyawarah Desa bukan bagian dari organ koperasi (bukan pengurus, bukan rapat anggota)

Maka, menjadikan Musyawarah Desa sebagai forum persetujuan pembiayaan koperasi melanggar prinsip otonomi kelembagaan koperasi.

3. Risiko Tata Kelola dan Akuntabilitas

Jika pembiayaan koperasi disetujui oleh Musyawarah Desa:
a. Terjadi tumpang tindih kewenangan antara pemerintahan desa dan koperasi
b. Tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas risiko pinjaman (pengurus koperasi atau pemerintah desa?)
c. Potensi intervensi politik atau konflik kepentingan dalam keputusan usaha

4.Alternatif Formulasi yang Lebih Selaras

Untuk menghindari pelanggaran terhadap UU No. 25 Tahun 1992, formulasi Pasal 2 Ayat (2) dapat diubah menjadi:

“Persetujuan pembiayaan kegiatan KDMP dilakukan oleh lembaga usaha masyarakat sesuai mekanisme internalnya, dan Musyawarah Desa berperan dalam memberikan rekomendasi atau dukungan kebijakan.”

Atau:

“Musyawarah Desa dapat memberikan arahan umum terhadap kegiatan KDMP, namun keputusan pembiayaan dilakukan oleh pengurus lembaga usaha sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

5.Kesimpulan

Pasal 2 Ayat (2) yang menetapkan bahwa persetujuan pembiayaan pinjaman dilakukan melalui Musyawarah Desa berpotensi bertentangan dengan prinsip dan ketentuan dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, khususnya jika KDMP dijalankan melalui koperasi. Musyawarah Desa tidak memiliki kewenangan hukum untuk menyetujui pembiayaan usaha koperasi, karena koperasi adalah badan hukum mandiri yang harus mengambil keputusan melalui mekanisme internalnya.

Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…

*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

Bagikan manfaat >>

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ada yang bisa kami bantu? .
Image Icon
Profile Image
Bimtek Palira Perlu bantuan ? Online
Bimtek Palira Mohon informasi tentang bimtek :