KETENTUAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH DESA SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KETENTUAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH DESA SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Analisis Pasal 2 Ayat (3) Permendesa Nomor 10 Tahun 2025

Oleh: NUR ROZUQI*

Ayat ini menitikberatkan pada prinsip legalitas dan keterikatan pelaksanaan musyawarah desa dengan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, pelaksanaan musyawarah desa/kusus bukan sekadar formalitas, melainkan wajib mengikuti koridor-koridor hukum yang ada. Ayat ini menjadi reminder bagi seluruh pihak desa agar tidak “asal musyawarah” melainkan benar-benar disiplin menjalankan mekanisme yang telah diatur sedetail mungkin dalam regulasi nasional maupun teknis di tingkat lokal.

Pelaksanaan Musyawarah Desa wajib tunduk kepada:
1. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
2. Permendagri No. 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa.
3. Permendes PDT No. 16 Tahun 2019 tentang Musyawarah Desa.
4. Regulasi teknis dari Kementerian Desa, Kemendagri, maupun pemerintah daerah terkait tata cara, partisipasi, notulensi, hingga mekanisme pengambilan keputusan.

A. Pentingnya Kepatuhan pada Ketentuan Hukum

Kepatuhan mutlak atas prosedur musyawarah menjadi kunci legalitas seluruh keputusan yang diambil, termasuk menyangkut pembiayaan KDMP. Ketidakpatuhan dapat menyebabkan seluruh keputusan batal demi hukum, dan membuka peluang gugatan dari masyarakat, auditor, bahkan aparat penegak hukum. Kepatuhan ini juga merupakan upaya preventif terhadap terjadinya konflik kepentingan, praktik manipulasi dokumen, serta pengambilan keputusan sepihak oleh oknum Kepala Desa atau elit desa.

B. Instrumen Pendukung: Regulasi Teknis, SOP, dan Panduan

Kementerian Desa telah menerbitkan sejumlah instrumen teknis, SOP, serta pedoman pelaksanaan musyawarah desa, seperti dalam Petunjuk Operasional atas Fokus Penggunaan Dana Desa Tahun 2025. Dokumen ini memuat tata urut, mekanisme, format berita acara, detail dokumen musyawarah, serta checklist administratif yang wajib dipenuhi dalam setiap proses pengambilan keputusan.

Bagi pemerintahan desa, regulasi dan SOP ini harus menjadi rujukan utama dalam setiap tahapan pembiayaan KDMP lewat mekanisme pinjaman, bukan hanya untuk kepatuhan semata, tetapi juga untuk menjamin keterlibatan, keterbukaan, dan perlindungan bagi seluruh warga desa.

C. Prosedur dan Dokumen Persetujuan Pembiayaan Pinjaman KDMP

Dengan mengacu pada telaah pasal per pasal di atas, berikut tahapan prosedural yang wajib dijalankan oleh seluruh unsur desa dalam mekanisme pembiayaan pinjaman KDMP:

1. Penyusunan & Pengajuan Proposal KDMP

Pengurus KDMP menyusun proposal rinci tentang rencana kegiatan usaha yang akan dibiayai melalui skema pinjaman. Proposal ini berisi:
a. Deskripsi detil usaha yang akan dijalankan.
b. Analisis kelayakan dan prospek pengembalian pinjaman.
c. Rencana penggunaan dana dan proyeksi manfaat ekonomi.
d. Rencana jaminan/agunan jika diwajibkan.

2. Pengajuan ke Pemerintah Desa

Proposal diserahkan kepada Pemerintah Desa untuk selanjutnya dievaluasi secara administratif oleh Tim Teknis Desa dan dikaji aspek tata kelolanya.

3. Pelaksanaan Musyawarah Desa/Musdes Khusus

Pemerintah Desa mengadakan Musyawarah Desa/Musdes Khusus. Dalam forum ini, proposal usaha disampaikan, didiskusikan, dan dibahas bersama masyarakat serta BPD. Dilakukan penilaian terhadap manfaat ekonomi, risiko, dan persyaratan pembiayaan.

4. Pembuatan Berita Acara Hasil Musdes

Seluruh proses musyawarah dituangkan dalam bentuk berita acara yang ditandatangani peserta, BPD, dan Kepala Desa, disertai daftar hadir dan dokumentasi kegiatan.

5. Penerbitan Surat Persetujuan Pembiayaan

Berdasarkan berita acara musyawarah, Kepala Desa menerbitkan surat persetujuan pembiayaan secara resmi, dengan melampirkan seluruh dokumen pendukung sebagai berkas akuntabilitas.

6. Pencairan Dana Pinjaman

Pencairan dana dilakukan setelah seluruh dokumen dinyatakan lengkap, serta rekam jejak pengelolaan dana pinjaman sebelumnya telah dievaluasi (jika ada).

7. Pengawasan dan Pelaporan

Seluruh penggunaan dana pinjaman wajib diawasi bersama dan dilaporkan secara transparan dalam forum desa, audit keuangan, serta pertanggungjawaban kepada pemerintah di atasnya.

D. Kebutuhan Dokumen dan Checklist Administratif

Agar proses berjalan akuntabel, berikut dokumen dan checklist administratif yang wajib tersedia:
1. Proposal KDMP (detil usaha + analisis kelayakan)
2. Surat pengantar dari pengurus KDMP ke pemerintah desa
3. Undangan musyawarah desa/khusus
4. Daftar hadir dan dokumentasi musyawarah desa
5. Berita acara hasil musyawarah desa (mufakat/keputusan)
6. Surat persetujuan pembiayaan dari Kepala Desa
7. Rekap penggunaan dan pelaporan dana pinjaman
8. Pengawasan pengembalian pinjaman (tracking recovery rate)
9. Bukti pelaporan keuangan ke pihak kecamatan/kabupaten.

Data di atas menjadi standar dokumentasi yang wajib dipenuhi setiap Desa untuk menghindari masalah di kemudian hari dan memperkuat transparansi serta pengawasan publik.

E. Regulasi Pendukung: UU Desa, Permendagri, PMK No. 49 Tahun 2025, dan Kaitan Lain

Permendesa Nomor 10 Tahun 2025 tidak berdiri sendiri, melainkan memperkuat serta merinci amanat regulasi payung di atasnya:
1. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa: Menjadi landasan dasar seluruh aktivitas pemerintahan desa—termasuk pengelolaan keuangan dan partisipasi musyawarah.
2. Permendagri No. 110 Tahun 2016 tentang BPD: Mengatur fungsi, hak, dan mekanisme kerja BPD khususnya dalam pelibatan musyawarah desa/khusus.
3. Permendesa Nomor 16 Tahun 2019 tentang Musyawarah Desa: Memberikan detail penyelenggaraan, tahapan, dan tata kelola musdes.
4. PMK No. 49 Tahun 2025: Sejalan dengan Permendesa 10/2025, PMK ini mengatur lebih teknis sumber, syarat, dan penggunaan dana desa untuk porsi pembiayaan KDMP, termasuk tata laksana pelaporan, pengawasan, dan sanksi administratif jika terjadi penyalahgunaan dana.

F. Pedoman dan Penjelasan Resmi dari Kementerian Desa

Kementerian Desa PDTT secara aktif menyediakan penjelasan, petunjuk teknis, serta sosialisasi mengenai penerapan Permendesa Nomor 10 Tahun 2025, utamanya lewat berbagai kanal online JDIH, media sosial, hingga surat edaran resmi ke Pemda dan Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (Apdesi).

Penjelasan tersebut menekankan:
1. Transparansi, partisipasi publik, dan pengawasan sosial sebagai kunci tata kelola pembiayaan pinjaman KDMP.
2. Pentingnya disiplin regulatif terhadap prosedur musyawarah desa, serta penguatan peran BPD sebagai pengontrol keputusan strategis di desa.
3. Sanksi dan konsekuensi hukum bagi pemerintah desa, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), maupun Kepala Desa jika mengabaikan ketentuan, tidak melaksanakan musyawarah, atau terbukti melakukan penyimpangan dalam persetujuan pembiayaan.
4. Kementerian mendorong seluruh kepala desa untuk menjadikan dokumen petunjuk operasional dan format berita acara sebagai acuan utama dan template baku dalam pelaksanaan kegiatan.

G. Implementasi di Lapangan: Studi Kasus Desa

1. Studi Kasus: Desa Sukamaju (Fiktif–rekonstruksi berdasarkan template praktik baik)

Kronologi:
1. Pengurus KDMP Sukamaju mengajukan proposal pembiayaan sebesar Rp500 juta untuk pengembangan unit usaha pengelolaan hasil pertanian lokal.
2. Proposal diverifikasi oleh Tim Teknis Desa, dengan evaluasi rencana pemanfaatan dan penilaian risiko pengembalian dana pinjaman.
3. Pemerintah Desa mengundang BPD, pengurus KDMP, dan tokoh masyarakat untuk Musyawarah Desa Khusus.
4. Dalam forum musyawarah, proposal dipaparkan; masyarakat diberikan ruang menyampaikan pertanyaan, kritik, dan pertimbangan.
5. Seluruh peserta menyepakati hasil musyawarah secara mufakat, dituangkan dalam berita acara lengkap dengan daftar hadir, notulen, serta rekomendasi teknis.
6. Kepala Desa menandatangani surat persetujuan pembiayaan dengan melampirkan seluruh dokumen musyawarah dan proposal.
7. Dana dicairkan dengan pengawasan ketat, pihak KDMP wajib memberikan laporan tahap demi tahap tentang realisasi pemanfaatan dana.

2. Temuan Lapangan Lain

Studi kasus lapangan di sejumlah desa menunjukkan keberhasilan model kolektif eksekutif dalam pengambilan keputusan pinjaman KDMP mampu meminimalkan potensi moral hazard. Namun ditemukan pula kendala di sejumlah desa, seperti rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, kurangnya transparansi dalam pelaporan penggunaan dana, serta keterbatasan kapasitas administrasi pengurus KDMP dalam menyusun berita acara dan dokumen pendukung.
Walaupun demikian, kehadiran petunjuk teknis dan pengawasan eksternal dari kecamatan, serta monitoring periodik dari Kementerian Desa mampu menjadi buffer untuk menjaga disiplin implementasi di lapangan dan membantu desa yang tertinggal segera melakukan perbaikan.

H. Tantangan vs Solusi Implementasi di Lapangan

1. Tantangan Implementasi

Rendahnya partisipasi masyarakat
Administrasi dokumen kurang lengkap
Risiko tumpang tindih wewenang
Potensi penyalahgunaan dana pinjaman

2. Solusi/Pendekatan

Pelibatan aktif BPD dan tokoh masyarakat, sosialisasi masif.
Penerapan template berita acara dari Kemendesa, pelatihan administrasi desa.
Penguatan SOP persetujuan dan dokumentasi berita acara musyawarah desa.
Pengawasan berlapis, audit internal dan eksternal, serta sanksi tegas.

Penerapan pola hybrid antara penguatan sistem administrasi dan pengawasan sosial menjadi resep utama dalam menjembatani keterbatasan kapasitas desa dan efektivitas pelaksanaan di lapangan.

I. Implikasi Hukum dan Akuntabilitas Kepala Desa

Permendesa Nomor 10 Tahun 2025 secara tegas memberi corak baru penguatan legal standing terhadap seluruh aktivitas Kepala Desa berdasarkan prinsip good governance. Kepala Desa kini harus:
1. Memastikan setiap persetujuan pembiayaan pinjaman KDMP berlandaskan keputusan kolektif masyarakat desa (melalui Musyawarah Desa/Musdes Khusus).
2. Menyusun seluruh dokumen pendukung dan melampirkannya sebagai dasar hukum (berita acara, daftar hadir, proposal, surat persetujuan).
3. Melaksanakan penggunaan dan pelaporan dana pinjaman sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas, mengacu standar audit sektor publik.
4. Bersiap menerima sanksi administratif, perdata, atau pidana jika terbukti melakukan persetujuan tanpa musyawarah, atau jika penyimpangan/ penggelapan dana terjadi dalam proses ini.

Kriteria akuntabilitas Kepala Desa menjadi lebih tajam dan terukur bukan hanya sekadar formalitas, namun berkonsekuensi langsung terhadap keberlanjutan jabatan dan track record di mata masyarakat serta pemerintah pusat/daerah.

J. Perbandingan dengan Permendes/Pembiayaan Desa Lain

Jika dibandingkan dengan Permendesa dan regulasi sebelumnya (misal Permendes Nomor 16 Tahun 2019 tentang Musyawarah Desa atau Permendes Nomor 8 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa), Permendesa 10/2025 bersifat lebih spesifik karena mengatur persetujan pinjaman berbasis KDMP dengan “double lock” prosedural yakni musyawarah desa sebagai filter kolektivitas, dan Kepala Desa sebagai filter evaluasi administratif.

Pada aturan terdahulu, keterlibatan musyawarah desa cenderung lebih umum, sedangkan Permendesa 10/2025 mewajibkan persetujuan kolektif sebelum pencairan pinjaman KDMP. Hal ini dinilai positif karena memperkuat kontrol sosial dan mencegah abuse of power oleh Kepala Desa maupun oknum pengurus KDMP. Di sisi lain, Permendesa 10/2025 juga selaras dengan PMK No 49/2025 yang memberikan kerangka hukum tentang penggunaan dana desa yang lebih ringkas, terukur dan terawasi.

K. Simpulan: Makna Integral, Konteks, dan Implikasi Implementasi Pasal 2

Pasal 2 Permendesa Nomor 10 Tahun 2025 adalah manifestasi dari komitmen pemerintah dalam mengoptimalisasi peran desa sebagai basis pemberdayaan ekonomi rakyat secara kolektif, partisipatif, dan akuntabel. Setiap ayat dalam Pasal 2—dimulai dari penegasan wewenang Kepala Desa (ayat 1), penekanan musyawarah desa/khusus sebagai prasyarat utama (ayat 2), hingga kepatuhan pada koridor perundang-undangan (ayat 3) saling mengikat dan tak terpisah satu sama lain, membentuk legal framework baru yang lebih responsif terhadap tantangan dan peluang pengelolaan KDMP dewasa ini.

Implementasi ideal Permendesa 10/2025 hanya dapat dicapai jika seluruh elemen desa benar-benar menjalankan prinsip-prinsip di atas, disertai penguatan sistem dokumentasi, pengawasan, serta pendidikan berkelanjutan bagi seluruh pelaku di tingkat desa. Potensi tata kelola pinjaman desa yang sehat, berkeadilan, dan mampu memberdayakan UMKM lokal, sangat besar jika Pasal 2 dijalankan secara disiplin dan adaptif, sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi desa dalam menghadapi dinamika global yang makin kompleks.

Akhirnya, kehadiran regulasi ini menjadi momentum strategis bagi desa-desa di Indonesia agar mampu bertransformasi dari model pengelolaan ekonomi konvensional menuju ekosistem desa modern yang mengedepankan prinsip accountability, transparency, dan community empowerment.

Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…

*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

Bagikan manfaat >>

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ada yang bisa kami bantu? .
Image Icon
Profile Image
Bimtek Palira Perlu bantuan ? Online
Bimtek Palira Mohon informasi tentang bimtek :