POTENSI PERTENTANGAN PASAL 3 PERMENDESA NOMOR 10 TAHUN 2025 DENGAN UU NO. 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN
Oleh: NUR ROZUQI*
Berikut adalah mengenai Pasal 3 yang menetapkan sejumlah kewajiban Kepala Desa dalam kaitannya dengan pembiayaan dan pengelolaan kegiatan usaha KDMP (Kegiatan Desa Mandiri Produktif), serta analisis mengapa ketentuan ini berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
1. Isi Substansi Pasal 3
Pasal 3 menyatakan bahwa Kepala Desa memiliki kewajiban sebagai berikut:
a. Melakukan kajian proposal bisnis KDMP
Termasuk melibatkan pihak lain sesuai kebutuhan.
b. Mengkoordinasikan pembayaran angsuran pokok dan bunga/margin/bagi hasil pinjaman
KDMP wajib membayar sesuai perjanjian pinjaman melalui rekening khusus.
c. Memberikan surat kuasa kepada KPA BUN untuk menempatkan Dana Desa
Jika saldo rekening pembayaran pinjaman tidak mencukupi, Kepala Desa memberi kuasa untuk menutup kekurangan dari Dana Desa.
d. Melaksanakan penatausahaan dan pelaporan pada APBDes
Terkait penempatan dana pada rekening pembayaran pinjaman.
e. Melakukan evaluasi kinerja KDMP bersama BPD
Sebagai bentuk pengawasan dan penilaian kegiatan usaha KDMP.
2. Potensi Pertentangan dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
a. Koperasi adalah Badan Hukum Mandiri
UU No. 25 Tahun 1992 menetapkan bahwa koperasi:
1) Dibentuk oleh dan untuk anggota (Pasal 4)
2) Dikelola oleh pengurus yang dipilih melalui Rapat Anggota (Pasal 30)
3) Bertanggung jawab atas pengelolaan usaha, keuangan, dan pinjaman secara internal
Maka, jika KDMP dijalankan melalui koperasi atau lembaga ekonomi berbasis anggota, maka Kepala Desa tidak memiliki kewenangan hukum untuk mengatur, mengkoordinasikan, atau menjamin pembayaran pinjaman koperasi, apalagi menggunakan Dana Desa untuk menutup kewajiban koperasi.
b. Kepala Desa Tidak Berwenang Menjamin Pinjaman Koperasi
1) Dalam koperasi, pinjaman adalah tanggung jawab pengurus dan anggota sesuai mekanisme internal.
2) Kepala Desa bukan bagian dari struktur koperasi dan tidak dapat bertindak sebagai penjamin atau pengelola keuangan koperasi.
3) Memberikan surat kuasa untuk menggunakan Dana Desa guna membayar pinjaman koperasi melanggar prinsip akuntabilitas dan otonomi koperasi, serta berisiko menyalahi ketentuan pengelolaan Dana Desa dalam UU Desa dan regulasi keuangan negara.
Ini berpotensi menimbulkan konflik hukum dan keuangan, serta membuka ruang penyalahgunaan Dana Desa.
c. Evaluasi Kinerja Usaha Koperasi Bukan Kewenangan Pemerintah Desa
1) Evaluasi kinerja koperasi dilakukan oleh anggota melalui Rapat Anggota Tahunan (RAT), bukan oleh Kepala Desa atau BPD.
2) Pemerintah Desa dapat memberikan fasilitasi atau dukungan kebijakan, tetapi tidak boleh mencampuri pengelolaan internal koperasi.
Maka, evaluasi kinerja KDMP yang berbentuk koperasi tidak dapat dilakukan oleh Kepala Desa dan BPD secara struktural, kecuali sebagai mitra fasilitasi.
3. Rekomendasi Perbaikan Formulasi Pasal 3
Untuk menjaga keselarasan dengan UU No. 25 Tahun 1992 dan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 3 sebaiknya diformulasikan ulang sebagai berikut:
“Kepala Desa berkewajiban memfasilitasi kegiatan usaha KDMP, termasuk kajian proposal, koordinasi lintas pihak, dan pelaporan kebijakan, tanpa mencampuri pengelolaan internal kelembagaan ekonomi masyarakat seperti koperasi.”
Atau:
“Dalam hal KDMP dijalankan melalui koperasi, pengelolaan pembiayaan, pelaporan, dan evaluasi dilakukan oleh pengurus koperasi sesuai mekanisme internal, dan Kepala Desa berperan sebagai fasilitator kebijakan dan pendukung koordinasi.”
4. Kesimpulan
Pasal 3 yang menetapkan kewajiban Kepala Desa untuk mengkaji proposal bisnis KDMP, mengkoordinasikan pembayaran pinjaman, memberi surat kuasa atas Dana Desa, dan mengevaluasi kinerja usaha KDMP berpotensi bertentangan dengan prinsip dan ketentuan dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, khususnya jika KDMP dijalankan melalui koperasi.
Koperasi adalah badan hukum mandiri yang harus dikelola oleh pengurus dan anggota melalui mekanisme internal. Pemerintah Desa tidak boleh mengambil alih fungsi pengelolaan, persetujuan pembiayaan, atau menjamin kewajiban keuangan koperasi, karena hal tersebut melanggar prinsip demokrasi ekonomi dan akuntabilitas publik.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN