BPD DAN KEGAGALAN TATA KELOLA DESA

Analisis Kritis atas Lemahnya Fungsi Pengawasan dan Representasi Warga

Oleh: NUR ROZUQI*

1. Pendahuluan

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga strategis dalam sistem pemerintahan desa. Sebagai representasi warga, BPD memiliki mandat untuk menjalankan fungsi pengawasan, penyeimbang kebijakan, dan penyalur aspirasi masyarakat. Dalam desain tata kelola desa yang demokratis dan partisipatif, BPD seharusnya menjadi mitra kritis pemerintah desa. Namun, dalam praktiknya, banyak BPD justru berkontribusi terhadap kegagalan tata kelola karena sikap pasif, tidak kritis, atau bahkan berkolusi dengan kepala desa. Artikel ini mengkaji kondisi faktual dari lemahnya peran BPD, dampaknya terhadap partisipasi dan akuntabilitas desa, serta menawarkan rekomendasi solusif untuk revitalisasi kelembagaan secara sistemik.

2. Kondisi Faktual

Dua indikator utama mencerminkan tidak optimalnya peran BPD dalam tata kelola desa:

a. Fungsi Pengawasan yang Tidak Dijalankan Secara Efektif
1) BPD memiliki kewenangan untuk mengawasi pelaksanaan APBDes, RPJMDes, dan kebijakan strategis desa.
2) Namun, banyak BPD hanya hadir secara formal dalam musyawarah, tanpa melakukan evaluasi, kritik, atau peninjauan terhadap pelaksanaan program.

b. Sikap Pasif dan Potensi Kolusi dengan Pemerintah Desa
1) Ketika BPD tidak kritis atau bahkan berkolusi dengan kepala desa, fungsi kontrol sosial hilang.
2) Akibatnya, partisipasi warga melemah, dan ruang deliberatif desa menjadi tertutup bagi aspirasi publik.

3. Dampaknya

Ketidakoptimalan peran BPD menimbulkan dampak serius terhadap tata kelola dan kualitas demokrasi lokal:

a. Melemahnya kontrol sosial terhadap pemerintah desa, yang membuka peluang penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
b. Menurunnya partisipasi warga dalam musyawarah dan pengawasan, karena tidak ada lembaga yang secara aktif mengadvokasi kepentingan publik.
c. Terpinggirkannya aspirasi kelompok rentan, seperti perempuan, pemuda, dan warga miskin, dalam proses pengambilan keputusan.
d. Menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi desa, akibat tidak adanya mekanisme representatif yang berjalan secara transparan.

4. Rekomendasi Solusif

Untuk memperkuat peran BPD dalam tata kelola desa, berikut langkah-langkah strategis yang dapat diterapkan:

a. Pelatihan dan Penguatan Kapasitas BPD
1) Laksanakan pelatihan rutin tentang fungsi pengawasan, analisis anggaran, dan fasilitasi musyawarah.
2) Dorong BPD untuk menyusun agenda kerja tahunan yang berbasis aspirasi warga dan evaluasi kebijakan desa.

b. Transparansi dan Dokumentasi Kinerja BPD
1) Wajibkan publikasi laporan kegiatan BPD secara berkala melalui papan informasi desa dan kanal digital.
2) Libatkan warga dalam proses evaluasi kinerja BPD melalui forum warga dan audit sosial.

c. Revitalisasi Peran BPD sebagai Penyeimbang Kebijakan
1) Dorong BPD untuk aktif dalam pembahasan RPJMDes, RKPDes, dan APBDes, serta mengusulkan kebijakan alternatif.
2) Pastikan BPD memiliki akses terhadap dokumen perencanaan dan laporan keuangan desa.

d. Kolaborasi BPD dengan Lembaga Desa Lainnya
1) Bangun sinergi antara BPD, lembaga adat, perempuan, dan pemuda untuk memperkuat representasi warga.
2) Bentuk forum kolaboratif antar lembaga desa untuk menyusun agenda pembangunan bersama.

5. Penutup

BPD seharusnya menjadi benteng demokrasi lokal dan pengawal kepentingan warga desa. Ketika peran tersebut tidak dijalankan secara kritis dan aktif, maka tata kelola desa kehilangan keseimbangan dan akuntabilitas. Reformasi kelembagaan BPD harus dimulai dari penguatan kapasitas, transparansi, dan kolaborasi lintas lembaga. Dengan pendekatan yang sistemik dan partisipatif, BPD dapat kembali menjadi aktor strategis dalam mewujudkan desa yang adil, terbuka, dan berkelanjutan.

Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…

*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN