BUMDes GAGAL
Antara Cita-Cita Kemandirian dan Realitas Kegagalan Struktural
Oleh: NUR ROZUQI*
1. Pendahuluan
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) digagas sebagai instrumen strategis untuk mendorong kemandirian ekonomi desa. Melalui BUMDes, desa diharapkan mampu mengelola potensi lokal, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan asli desa. Namun, setelah hampir satu dekade berjalan, harus diakui bahwa banyak BUMDes gagal mencapai tujuan tersebut. Tidak sedikit yang hanya berdiri di atas kertas, tidak beroperasi secara nyata, atau bahkan menjadi sarang penyimpangan dana. Fenomena BUMDes abal-abal dan korupsi dana penyertaan modal menjadi bukti bahwa kegagalan ini bukan sekadar teknis, melainkan struktural dan sistemik.
2. Kondisi Faktual
a. Menurut berbagai laporan investigatif dan data kementerian, ribuan BUMDes tidak aktif, tidak memiliki laporan keuangan, atau tidak diketahui keberadaannya secara fisik.
b. Dana penyertaan modal dari APBDes yang seharusnya digunakan untuk pengembangan usaha justru banyak yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, hilang tanpa jejak, atau digunakan untuk kepentingan pribadi.
c. Banyak BUMDes dibentuk hanya untuk memenuhi syarat administratif, tanpa studi kelayakan, tanpa rencana bisnis, dan tanpa SDM yang kompeten.
d. Kasus-kasus korupsi BUMDes meningkat, melibatkan kepala desa, pengurus BUMDes, dan bahkan oknum pendamping desa, namun penegakan hukumnya masih lemah dan sporadis.
3. Dampaknya
a. Kehilangan kepercayaan masyarakat: Warga desa menjadi apatis terhadap program BUMDes karena melihat langsung kegagalan dan penyimpangannya.
b. Dana desa terbuang sia-sia: Penyertaan modal yang seharusnya menjadi investasi jangka panjang justru menjadi beban keuangan tanpa hasil.
c. Kemandirian desa terhambat: Alih-alih menjadi motor ekonomi, BUMDes justru memperkuat ketergantungan desa pada dana transfer pusat.
d. Peluang usaha lokal tidak berkembang: Potensi ekonomi desa tidak dikelola secara profesional, sehingga tidak mampu bersaing atau bertahan.
4. Rekomendasi Solusif
a. Audit menyeluruh dan klasifikasi ulang BUMDes: Pemerintah harus melakukan pemetaan ulang terhadap status dan kinerja BUMDes secara nasional, termasuk membubarkan yang fiktif atau tidak layak.
b. Bangun ekosistem usaha, bukan hanya badan usaha: BUMDes harus dikembangkan dalam ekosistem yang mendukung—dengan pelatihan, pendampingan bisnis, akses pasar, dan regulasi yang adaptif.
c. Perkuat transparansi dan akuntabilitas: Wajibkan laporan keuangan terbuka, audit tahunan, dan pelibatan warga dalam pengawasan BUMDes.
d. Tindak tegas korupsi dana penyertaan modal: Penegakan hukum harus konsisten dan terbuka, agar ada efek jera dan pemulihan kepercayaan publik.
5. Penutup
BUMDes adalah ide besar yang gagal diwujudkan secara serius. Kegagalan ini bukan karena desa tidak mampu, tetapi karena sistem yang dibangun tidak mendukung keberhasilan. BUMDes tidak bisa dijalankan dengan pendekatan proyek, tanpa fondasi tata kelola, kapasitas SDM, dan integritas kelembagaan. Saatnya kita berhenti menutup mata dan mengakui kenyataan: banyak BUMDes gagal, dan banyak dana yang dikorupsi. Namun, pengakuan ini bukan untuk menyalahkan, melainkan untuk memulai perbaikan yang lebih jujur, sistemik, dan berpihak pada rakyat desa.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

