CARUT-MARUT PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN LAMONGAN
Analisis Kritis atas Dinamika 2014–2024
Oleh: NUR ROZUQI*
1. Pendahuluan
Pemerintahan desa merupakan ujung tombak pelayanan publik dan pembangunan lokal. Namun, dalam kurun waktu 2014–2024, sistem pemerintahan desa-desa di Kabupaten Lamongan menunjukkan berbagai persoalan struktural dan kultural yang menghambat efektivitas tata kelola. Berdasarkan laporan media, data BPS, dan dokumen resmi pemerintah daerah, muncul pola-pola ketimpangan, ketidakjelasan hak, serta lemahnya partisipasi warga. Artikel ini bertujuan untuk mengurai kondisi faktual, menelaah dampaknya, dan menawarkan rekomendasi solusif yang dapat menjadi dasar perbaikan sistemik.
2. Kondisi Faktual
Lima isu utama mencerminkan kompleksitas dan ketidakteraturan sistem pemerintahan desa di Lamongan:
a. Tunda Bayar dan Potongan Siltap Perangkat Desa
1) Keterlambatan pencairan penghasilan tetap (siltap) menjadi fenomena rutin, seperti gaji Januari yang baru cair pada Februari.
2) Potongan rutin untuk kas desa, bazis, dan iuran purnabakti dilakukan tanpa transparansi, langsung didebet dari rekening perangkat desa.
3) Ketidakjelasan ini menimbulkan keresahan dan ketimpangan antara tuntutan pelayanan publik dan pemenuhan hak perangkat desa.
b. Ketidakseimbangan Hak dan Kewajiban
1) Perangkat desa dituntut menjalankan fungsi pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.
2) Namun, hak administratif dan finansial mereka tidak selalu dipenuhi secara adil dan tepat waktu, menciptakan ketegangan struktural.
c. Ketimpangan Infrastruktur Antar Desa
1) Statistik Potensi Desa 2024 menunjukkan masih adanya desa dengan keterbatasan akses jalan, air bersih, dan fasilitas pendidikan.
2) Ketimpangan ini memperlambat pembangunan sumber daya manusia dan ekonomi lokal secara signifikan.
d. Ketimpangan Status Desa
1) Tahun 2025, dari 462 desa, hanya 277 berstatus mandiri dan 185 maju. Tidak ada desa berkembang atau tertinggal secara administratif.
2) Status ini belum mencerminkan kondisi riil di lapangan, terutama dalam hal partisipasi warga dan transparansi anggaran.
e. Lemahnya Sistem Informasi dan Partisipasi
1) Publikasi BPS mengakui bahwa data belum sepenuhnya memenuhi harapan pemakai, terutama untuk perencanaan pembangunan.
2) Musrenbang desa masih bersifat formalitas, belum menjadi ruang deliberatif yang inklusif dan transformatif.
3. Dampaknya
Kondisi di atas menimbulkan dampak sistemik yang menghambat kemajuan desa dan memperlemah kepercayaan publik:
a. Menurunnya motivasi perangkat desa, akibat ketidakpastian penghasilan dan ketimpangan birokrasi.
b. Rendahnya efektivitas pembangunan desa, karena perencanaan tidak berbasis data dan partisipasi yang bermakna.
c. Ketimpangan wilayah yang semakin melebar, memperkuat siklus kemiskinan dan keterbelakangan.
d. Menurunnya kepercayaan warga terhadap proses musyawarah dan pengelolaan anggaran, karena minimnya transparansi dan akuntabilitas.
4. Rekomendasi Solusif
Untuk mengatasi carut-marut ini, diperlukan reformasi menyeluruh yang bersifat sistemik dan partisipatif:
a. Perbaikan sistem penggajian dan transparansi potongan siltap
Terapkan mekanisme pembayaran tepat waktu dan audit terbuka atas potongan rutin, dengan pelibatan perangkat desa dalam pengawasan.
b. Reformulasi relasi hak dan kewajiban perangkat desa
Susun regulasi yang menjamin keseimbangan antara tuntutan pelayanan dan pemenuhan hak administratif serta finansial.
c. Pemetaan ketimpangan infrastruktur berbasis data spasial dan sosial
Gunakan data BPS dan survei lapangan untuk menyusun prioritas pembangunan yang adil dan berkelanjutan.
d. Revisi sistem klasifikasi status desa
Integrasikan indikator partisipasi warga, transparansi anggaran, dan kualitas layanan publik dalam penentuan status desa.
e. Penguatan sistem informasi publik dan musrenbang deliberatif
Kembangkan platform digital desa untuk transparansi anggaran dan fasilitasi musrenbang yang inklusif dan berbasis aspirasi nyata.
5. Penutup
Carut-marut sistem pemerintahan desa di Kabupaten Lamongan bukan sekadar persoalan teknis, melainkan cerminan dari lemahnya komitmen terhadap tata kelola yang adil dan partisipatif. Reformasi harus dimulai dari penguatan hak perangkat desa, perbaikan sistem informasi, dan pelibatan warga secara bermakna. Dengan pendekatan yang sistemik dan solusif, desa-desa di Lamongan dapat menjadi pilar pembangunan yang berdaya, transparan, dan inklusif.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

