KETIDAKSEIMBANGAN HAK DAN KEWAJIBAN PERANGKAT DESA

Analisis Kritis atas Ketegangan Struktural dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa

Oleh: NUR ROZUQI*

1. Pendahuluan

Perangkat desa merupakan aktor kunci dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pembangunan berbasis komunitas. Dalam kerangka otonomi desa, mereka memikul tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa program-program pemerintah berjalan efektif dan aspiratif. Namun, dalam praktiknya, relasi antara hak dan kewajiban perangkat desa kerap timpang. Ketidakseimbangan ini bukan hanya persoalan administratif, tetapi juga mencerminkan ketegangan struktural yang dapat melemahkan fondasi tata kelola desa. Artikel ini mengkaji kondisi faktual, dampak sistemik, serta menawarkan rekomendasi solusif untuk menciptakan relasi kerja yang lebih adil dan berkelanjutan.

2. Kondisi Faktual

Dua aspek utama mencerminkan ketidakseimbangan hak dan kewajiban perangkat desa:

a. Tuntutan Kinerja yang Tinggi
1) Perangkat desa diwajibkan menjalankan fungsi pelayanan publik, pembangunan fisik dan sosial, serta pemberdayaan masyarakat.
2) Mereka juga menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan program nasional seperti BLT Dana Desa, stunting, dan digitalisasi administrasi.

b. Pemenuhan Hak yang Tidak Konsisten
1) Hak administratif dan finansial perangkat desa, seperti penghasilan tetap (siltap), tunjangan, dan jaminan sosial, tidak selalu dipenuhi secara adil dan tepat waktu.
2) Ketidakpastian ini menciptakan ketegangan antara beban kerja yang meningkat dan kepastian kesejahteraan yang lemah.

3. Dampaknya

Ketimpangan antara hak dan kewajiban ini menimbulkan dampak serius terhadap tata kelola dan kualitas pelayanan desa:

a. Menurunnya motivasi dan loyalitas perangkat desa, karena merasa tidak dihargai secara layak atas kontribusinya.
b. Rendahnya kualitas pelayanan publik, akibat tekanan kerja yang tidak diimbangi dengan dukungan administratif dan finansial.
c. Tingginya potensi konflik internal, baik antara perangkat desa dengan kepala desa maupun dengan lembaga pengawas seperti BPD.
d. Terhambatnya inovasi dan pengembangan kapasitas, karena perangkat desa lebih fokus pada pemenuhan tugas rutin daripada pengembangan diri.

4. Rekomendasi Solusif

Untuk mengatasi ketegangan struktural ini, diperlukan langkah-langkah strategis yang bersifat sistemik dan partisipatif:

a. Penataan ulang regulasi tentang hak dan kewajiban perangkat desa
1) Revisi regulasi agar mencerminkan keseimbangan antara beban kerja dan hak finansial serta administratif.
2) Libatkan asosiasi perangkat desa dalam proses perumusan kebijakan.

b. Sistem penggajian yang transparan dan tepat waktu
1) Gunakan sistem digital seperti Siskeudes Online untuk menjamin ketepatan waktu dan transparansi pembayaran siltap.
2) Audit berkala terhadap potongan dan tunjangan perangkat desa.

c. Skema insentif berbasis kinerja dan inovasi
1) Berikan penghargaan bagi perangkat desa yang menunjukkan kinerja unggul dalam pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
2) Dorong kompetisi inovasi antar desa yang melibatkan perangkat sebagai penggerak utama.

d. Penguatan kapasitas dan perlindungan kerja
1) Sediakan pelatihan rutin dan mentoring untuk meningkatkan kapasitas teknis dan kepemimpinan perangkat desa.
2) Pastikan jaminan sosial dan perlindungan hukum bagi perangkat desa dalam menjalankan tugasnya.

5. Penutup

Ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban perangkat desa bukan sekadar persoalan administratif, melainkan persoalan keadilan struktural dalam tata kelola pemerintahan desa. Reformasi harus dimulai dari pengakuan terhadap peran strategis perangkat desa sebagai pilar utama pembangunan lokal. Dengan pendekatan yang adil, transparan, dan partisipatif, desa dapat menjadi ruang kerja yang sehat, produktif, dan berdaya saing.

Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…

*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN