KETIMPANGAN STATUS DESA
Analisis Kritis atas Validitas Administratif dan Realitas Lapangan
Oleh: NUR ROZUQI*
1. Pendahuluan
Status desa merupakan indikator penting dalam menilai capaian pembangunan, kapasitas kelembagaan, dan tingkat kemandirian masyarakat. Dalam konteks kebijakan nasional dan daerah, klasifikasi desa menjadi dasar alokasi anggaran, pendampingan, dan prioritas program. Namun, data tahun 2025 menunjukkan ketimpangan yang mengkhawatirkan: dari 462 desa di suatu kabupaten, seluruhnya dikategorikan sebagai desa mandiri (277 desa) dan desa maju (185 desa), tanpa satu pun desa berkembang atau tertinggal secara administratif. Artikel ini mengkaji kondisi faktual dari ketimpangan status desa, dampaknya terhadap pembangunan partisipatif, serta menawarkan rekomendasi solusif untuk perbaikan klasifikasi dan intervensi kebijakan.
2. Kondisi Faktual
Dua temuan utama mencerminkan ketimpangan dan ketidakakuratan klasifikasi status desa:
a. Distribusi Status Desa yang Tidak Proporsional
1) Tahun 2025, seluruh desa dikategorikan sebagai mandiri dan maju. Tidak ada desa berkembang, tertinggal, atau sangat tertinggal secara administratif.
2) Klasifikasi ini bertentangan dengan realitas lapangan, di mana masih banyak desa yang menghadapi keterbatasan infrastruktur, rendahnya partisipasi warga, dan lemahnya kapasitas kelembagaan.
b. Status Administratif Tidak Mencerminkan Kondisi Riil
1) Penetapan status desa belum mempertimbangkan indikator partisipasi warga, transparansi anggaran, dan kualitas pelayanan publik.
2) Proses klasifikasi cenderung berbasis dokumen administratif dan laporan formal, bukan evaluasi partisipatif dan audit sosial.
3. Dampaknya
Ketimpangan status desa menimbulkan dampak sistemik yang menghambat pembangunan yang adil dan berbasis kebutuhan:
a. Salah sasaran dalam alokasi anggaran dan program, karena desa yang sebenarnya tertinggal tidak mendapatkan intervensi yang memadai.
b. Menurunnya kepercayaan publik terhadap data dan kebijakan pemerintah, akibat ketidaksesuaian antara status administratif dan kondisi nyata.
c. Terpinggirkannya desa-desa dengan kebutuhan khusus, karena tidak diakui sebagai desa berkembang atau tertinggal secara formal.
d. Lemahnya kontrol sosial dan partisipasi warga, karena status mandiri tidak diiringi dengan transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya melekat.
4. Rekomendasi Solusif
Untuk memperbaiki ketimpangan status desa, berikut langkah-langkah strategis yang dapat diterapkan:
a. Reformulasi indikator klasifikasi desa
1) Integrasikan indikator partisipasi warga, transparansi anggaran, kualitas layanan publik, dan kapasitas kelembagaan dalam penentuan status desa.
2) Libatkan masyarakat dan lembaga desa dalam proses verifikasi dan validasi status.
b. Audit sosial dan pemetaan partisipatif desa
1) Laksanakan audit sosial secara berkala untuk menilai kondisi riil desa.
2) Gunakan metode pemetaan partisipatif untuk mengidentifikasi kebutuhan dan potensi lokal secara komprehensif.
c. Skema afirmatif untuk desa dengan status semu
1) Berikan pendampingan khusus bagi desa yang berstatus mandiri/maju secara administratif tetapi tertinggal secara fungsional.
2) Dorong program penguatan kapasitas kelembagaan dan literasi warga di desa-desa dengan partisipasi rendah.
d. Transparansi dan publikasi status desa secara terbuka
1) Publikasikan status desa beserta indikator penilaiannya melalui papan informasi digital dan kanal komunikasi warga.
2) Sediakan ruang klarifikasi dan pengaduan bagi desa yang merasa statusnya tidak sesuai dengan kondisi nyata.
5. Penutup
Ketimpangan status desa bukan sekadar persoalan klasifikasi administratif, tetapi persoalan keadilan pembangunan dan validitas kebijakan. Reformasi klasifikasi desa harus berangkat dari realitas lapangan, bukan sekadar laporan formal. Dengan pendekatan yang partisipatif, berbasis data, dan transparan, status desa dapat menjadi alat transformasi, bukan sekadar label birokratis. Desa yang benar-benar mandiri adalah desa yang terbuka, partisipatif, dan mampu mengelola pembangunan secara adil dan berkelanjutan.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

