POTENSI PERTENTANGAN PASAL 7 PERMENDESA NOMOR 10 TAHUN 2025 DENGAN UU NO. 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN
Oleh: NUR ROZUQI*
Begini mengenai Pasal 7 yang mengatur tentang pemberian imbal jasa dari KDMP kepada Pemerintah Desa, serta analisis mengapa ketentuan ini berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
A. Isi Substansi Pasal 7
1. Ayat (1): KDMP wajib memberikan imbal jasa kepada Pemerintah Desa paling sedikit 20% dari keuntungan bersih usaha, dan hal ini dilaporkan dalam rapat anggota koperasi.
2. Ayat (2): Imbal jasa tersebut diberikan setiap tahun dan dicatat sebagai pendapatan lain-lain yang sah dalam APBDes.
3. Ayat (3): Penggunaan imbal jasa ditentukan melalui Musyawarah Desa, sesuai kewenangan desa.
B. Potensi Pertentangan dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
1. Koperasi Adalah Badan Hukum Mandiri dan Demokratis
UU No. 25 Tahun 1992 menetapkan bahwa:
a. Koperasi dibentuk oleh dan untuk anggota (Pasal 4)
b. Keuntungan bersih koperasi (Sisa Hasil Usaha/SHU) dibagikan kepada anggota sesuai partisipasi mereka (Pasal 45)
c. Penggunaan SHU ditentukan melalui Rapat Anggota, bukan oleh pihak eksternal seperti Pemerintah Desa
Maka, mewajibkan koperasi (dalam hal ini KDMP) untuk memberikan imbal jasa kepada Pemerintah Desa melanggar prinsip otonomi dan demokrasi ekonomi koperasi, karena:
a. Pemerintah Desa bukan anggota koperasi
b. Tidak memiliki hak atas SHU
c. Tidak berwenang menentukan alokasi keuntungan koperasi
2. SHU Bukan Objek Retribusi atau Kewajiban Fiskal kepada Pemerintah Desa
a. SHU adalah hak ekonomi anggota koperasi, bukan objek pungutan oleh pemerintah
b. Menetapkan kewajiban tetap sebesar 20% dari keuntungan bersih kepada Pemerintah Desa menyerupai pajak atau retribusi, padahal koperasi bukan badan usaha milik desa (BUMDes)
c. Hal ini berpotensi melanggar asas keadilan dan legalitas dalam pengelolaan keuangan koperasi
Jika KDMP adalah koperasi, maka tidak sah secara hukum untuk mewajibkan pemberian imbal jasa kepada Pemerintah Desa dari keuntungan bersihnya.
3. Pencatatan Imbal Jasa sebagai Pendapatan Desa Berisiko Menyalahi Regulasi APBDes
a. Pendapatan desa harus bersumber dari: Dana Desa, bagi hasil pajak/retribusi, bantuan pemerintah, dan pendapatan asli desa (UU No. 6 Tahun 2014)
b. Imbal jasa dari koperasi bukan termasuk kategori pendapatan sah, kecuali melalui mekanisme hibah sukarela atau kerja sama yang sah secara hukum
Mencatat imbal jasa sebagai “pendapatan lain-lain yang sah” dalam APBDes berisiko menyalahi prinsip akuntabilitas dan transparansi keuangan desa.
4. Musyawarah Desa Tidak Berwenang Mengatur Distribusi Keuntungan Koperasi
a. Musyawarah Desa adalah forum pengambilan keputusan strategis pemerintahan desa
b. Tidak memiliki kewenangan untuk mengatur distribusi SHU koperasi
c. Penggunaan SHU ditentukan oleh Rapat Anggota koperasi sesuai AD/ART
Maka, keputusan Musyawarah Desa terkait penggunaan imbal jasa dari koperasi tidak memiliki dasar hukum yang sah dalam sistem perkoperasian.
C. Rekomendasi Perbaikan Formulasi Pasal 7
Untuk menjaga keselarasan dengan UU No. 25 Tahun 1992 dan UU Desa, formulasi Pasal 7 sebaiknya diubah menjadi:
“KDMP dapat memberikan kontribusi sukarela kepada Pemerintah Desa dalam bentuk hibah atau kerja sama, berdasarkan keputusan Rapat Anggota dan sesuai mekanisme kelembagaan ekonomi masyarakat.”
Atau:
“Pemerintah Desa dapat menerima dukungan dari KDMP melalui skema kerja sama atau kemitraan, tanpa mengganggu mekanisme internal koperasi dan prinsip distribusi SHU.”
D. Kesimpulan
Pasal 7 yang mewajibkan KDMP memberikan imbal jasa sebesar 20% dari keuntungan bersih kepada Pemerintah Desa bertentangan dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, karena:
1. Melanggar prinsip otonomi koperasi sebagai badan hukum mandiri
2. Menyalahi mekanisme distribusi SHU yang harus ditentukan oleh Rapat Anggota
3. Menyerupai pungutan yang tidak sah terhadap lembaga ekonomi masyarakat
4. Berisiko menyalahi regulasi keuangan desa dan prinsip akuntabilitas publik
Jika KDMP dijalankan melalui koperasi, maka Pemerintah Desa tidak boleh menetapkan kewajiban imbal jasa dari keuntungan koperasi. Sebaliknya, kerja sama dan kontribusi harus bersifat sukarela, transparan, dan sesuai mekanisme internal koperasi.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN