SATU DEKADE DANA DESA
Mengapa Kesejahteraan Rakyat Tak Juga Terwujud?
Oleh: NUR ROZUQI*
1. Pendahuluan
Sejak tahun 2015, pemerintah Indonesia telah menggelontorkan dana desa sebagai wujud komitmen terhadap pembangunan dari pinggiran. Total anggaran yang dialokasikan mencapai ratusan triliun rupiah, dengan harapan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, memperkuat kelembagaan desa, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, setelah satu dekade berjalan, hasilnya jauh dari harapan. Ketimpangan tetap terjadi, kemiskinan desa belum tertangani secara sistemik, dan banyak program yang berakhir tanpa dampak nyata. Ini bukan sekadar soal teknis pelaksanaan, tetapi soal kegagalan struktural dalam menempatkan desa sebagai subjek pembangunan.
2. Kondisi Faktual
• Dana desa telah disalurkan ke lebih dari 74.000 desa setiap tahun, dengan nominal yang terus meningkat.
• Fokus penggunaan dana masih dominan pada pembangunan fisik seperti jalan, drainase, dan balai desa, sementara aspek pemberdayaan dan penguatan SDM sering terpinggirkan.
• Banyak desa belum memiliki sistem tata kelola yang transparan, partisipatif, dan akuntabel, sehingga dana desa rawan disalahgunakan atau tidak tepat sasaran.
• Evaluasi dampak dana desa terhadap indikator kesejahteraan seperti pendidikan, kesehatan, dan pendapatan warga masih lemah dan tidak terintegrasi dalam sistem perencanaan.
3. Dampaknya
a. Pembangunan tidak berkelanjutan: Infrastruktur dibangun tanpa perawatan, tanpa integrasi dengan kebutuhan ekonomi dan sosial warga.
b. Ketergantungan pada dana, bukan kemandirian: Desa menjadi penerima pasif, bukan pengelola aktif pembangunan.
c. Kehilangan arah pembangunan desa: Tanpa visi dan tata kelola yang kuat, dana desa menjadi proyek tahunan, bukan proses transformasi.
d. Kesejahteraan stagnan: Banyak desa tetap berada dalam kategori miskin, tertinggal, dan rentan, meski dana terus mengalir.
4. Rekomendasi Solusif
a. Reformulasi kebijakan dana desa berbasis tata kelola dan keberlanjutan: Dana desa harus digunakan untuk membangun sistem, bukan sekadar fisik.
b. Prioritaskan penguatan SDM dan kelembagaan desa: Pelatihan, pendampingan, dan literasi tata kelola harus menjadi prioritas utama.
c. Integrasikan dana desa ke dalam siklus pembangunan partisipatif: Musyawarah desa harus menjadi ruang utama untuk merancang penggunaan dana secara kontekstual dan berorientasi dampak.
d. Bangun sistem evaluasi berbasis kesejahteraan warga: Indikator keberhasilan dana desa harus diukur dari perubahan kualitas hidup, bukan hanya output fisik.
5. Penutup
Satu dekade dana desa seharusnya menjadi tonggak perubahan besar bagi masyarakat desa. Namun, tanpa fondasi tata kelola yang kuat, tanpa orientasi pada pemberdayaan dan keberlanjutan, dana desa hanya menjadi aliran anggaran tanpa arah. Kesejahteraan tidak bisa dibeli dengan proyek, tetapi harus dibangun melalui proses yang reflektif, partisipatif, dan berakar pada kekuatan lokal. Saatnya meninjau ulang bukan hanya cara kita membelanjakan dana desa, tetapi cara kita memaknai pembangunan desa itu sendiri.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

