Peta Jalan Menuju Kerjasama Bumdes Dengan Pihak Ketiga
Sampai awal tahun 2021 ini realitanya masih teramat banyak desa yang belum punya Bumdes dan/atau Bumdes nya tidak jelas keberadaannya. Kondisi seperti ini tentunya sulit bagi desa tersebut untuk bisa melakukan kerjasama dengan pihak ketiga di bidang usaha ekonomi. Karena kegiatan usaha ekonomi desa sekarang ini tidak boleh dilakukan oleh Pemerintah Desa, melainkan harus dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa sebagai badan ekonomi desa satu-satunya. Maka bagi seluruh desa di Indonesia sekarang ini harus memiliki Bumdes dan Bumdes nya harus aktif berkegiatan usaha.
Dalam rangka menyikapi dinamika regulasi sebagaimana substansinya diuraikan di atas, bagaimana desa memiliki Bumdes dan bagaimana Bumdes bisa menjalin kerjasama usaha dengan pihak ketiga baik individu (masyarakat) maupun korporasi (perusahaan) sebagai investor Bumdes, untuk mencapai hal tersebut dapat diuraikan tahapan-tahapan dari titik nihil berdasarkan Permendes Nomor 4 Tahun 2015 dan Permendagri Nomor 111 tahun 20214 sebagai berikut:
Tahapan Kesatu, Menata Regulasi:
1. Kades mendelegasikan Sekdes dengan dibantu Kasi Kesejahteraan untuk menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang Badan Usaha Milik desa.
2. Kades menyampaikan Rancangan Peraturan Desa tentang Badan Usaha Milik Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa melalui Musyawarah Pleno Badan Permusyawaratan Desa yang terbuka untuk umum.
3. Badan Permusyawaratan Desa melalui Musyawarah Pleno Badan Permusyawaratan Desa menyepakati menerima Rancangan Peraturan Desa tentang Badan Usaha Milik Desa menajdi Program Legeslasi Desa (Prolegdes).
4. Badan Permusyawaratan Desa melalui Musyawarah Pleno Badan Permusyawaratan Desa menyusun jadwal penyerapan aspirasi publik dan pembahasan rancangan Peraturan Desa tentang Badan Usaha Milik Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa melakukan serap aspirasi publik atas Rancangan Peraturan Desa tentang Badan Usaha Milik Desa.
6. Badan Permusyawaratan Desa melakukan pembahasan Rancangan Peraturan Desa tentang Badan Usaha Milik Desa yang telah diajukan oleh Kepala Desa dengan mengakselerasikan dari hasil pencerapan aspirasi publik dalam musyawarah Pleno badan Permusyawaratan Desa yang terbuka untuk umum.
7. Badan Permusyawaratan Desa melakukan pembahasan akhir untuk mengambil keputusan persepakatan atas Rancangan Peraturan Desa tentang Badan Usaha Milik Desa yang telah diajukan oleh Kepala Desa dengan mengakselerasikan dari hasil pencerapan aspirasi publik dalam musyawarah Pleno badan Permusyawaratan Desa yang terbuka untuk umum.
Dalam musyawarah pleno pengambilan Keputusan Badan permusyawaratan Desa atas Rancangan Peraturan Desa ini kemungkinan terjadi adalkah:
a. Sepakat tanpa Catatan.
b. Sepakat dengan catatan.
c. Menolak dengan Alasan Hukum.
Bila Badan Permusyawaratan Desa sepakat tanpa catatan, maka Badan Permusyawaratan Desa menerbitkan “Keputasan Badan Permusyawaratan Desa Tentang Persepakatan Atas Peraturan Desa Tentang badan Usaha Milik Desa” dengan dilampirkan Berita Acara Musyawarah.
Bila Badan Permusyawaratan Desa sepakat dengan catatan, maka Badan Permusyawaratan Desa menerbitkan “Keputasan Badan Permusyawaratan Desa Tentang Persepakatan Atas Peraturan Desa Tentang badan Usaha Milik Desa” dengan dilampirkan Berita Acara Musyawarah dan “Naskah Persepakatan Antara Badan Permusyawaratan Desa Dengan Kepala Desa Atas Rancangan Peraturan Desa Tentang badan Usaha Milik Desa” yang berisi diksi dan/atau narasi yang sepakat dilakukan perubahan dan/atau perbaikan.
Bila Badan Permusyawaratan Desa menolak, maka Badan Permusyawaratan Desa menerbitkan “Keputasan Badan Permusyawaratan Desa Tentang Penolakan Atas Peraturan Desa Tentang badan Usaha Milik Desa” yang berisi alasan-alasan hukum sebagai argumen penolakannya dengan dilampirkan Berita Acara Musyawarah.
8. Kepala Desa menindaklanjuti hasil keputusan Badan Permusyawaratan Desa dengan alternatif antara lain:
a. Bila Badan Permusyawaratan Desa menerima tanpa catatan, maka Kepala Desa bisa menetapkan Rancangan Peraturan Desa tersebut menjadi Peraturan Desa.
b. Bila Badan Permusyawaratan Desa menerima dengan catatan, maka Kepala Desa harus menetapkan Rancangan Peraturan Desa tersebut menjadi Peraturan Desa dengan melakukan perubahan diksi dan narasi sebagaimana Naskah Persepakatan.
c. Bila Badan Permusyawaratan Desa menolak, maka Kepala Desa harus mengajukan lagi Rancangan Peraturan Desa tersebut dengan tata naskah yang baik dan benar sebagaimana aturan perundang-undangan yang berlaku.
9. Setelah ditetapkan Peraturan Desa tentang Badan Usaha Milik Desa, maka Kepala Desa menindahlanjuti dengan mendelegasikan Sekdes dengan dibantu Kasi Kesejahteraan untuk menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik desa.
10. Badan Permusyawaratan Desa dengan Kepala Desa secara koordinatif menyelenggarakan Musyawarah Desa untuk membahas Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik Desa.
11. Badan Permusyawaratan Desa membahas Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik Desa untuk mengambil keputusan persepakatan dam Musyawarah Pleno Badan Permusyawaratan Desa.
12. Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga badanh Usaha Milik Desa.
Tahapan Kedua, Menata Institusi
1. Badan Permusyawaratan Desa secara koordinatif dengan Kepala Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa pembentukan kepengurusan Badan Usaha Milik Desa.
Kepengurusan Bumdes meliputi:
a. Penasehat
b. Pengelola Operasional
c. Pengawas
Penasehat Bumdes dijabata olek Kepala Desa secara ex officio. Artinya silih berganti mengikuti periodesasi Kepala Desa.
Pengtelola Operasional Bumdes dipilih dalam Musyawarah Desa dengan memperhatikan profesionalitas yang terdiri atas:
a. Direktur
b. Wakil Direktur
c. Sekretaris
d. Bagian Keuangan
e. Bagian Usaha
Pengawas Bumdes dipilih dalam Musyawarah Desa dengan memperhatikan proporsionalitas wilatayah dan kepentingan mmasyarakat yang terdiri atas:
a. Ketua
b. Wakil Ketua
c. Sekretaris
d. Anggota
e. Anggota
2. Hasil Musyawarah Desa tentang pembentukan kepengurusan dituangkan dalam Berita Acara Musyawarah Desa.
3. Berdasarkan hasil Musyawarah Desa, Kepala Desa menerbitkan Keputusan Kepala Desa tentang Kepengurusan badan Usaha Milik Desa.
4. Berdasarkan Keputusan Kepala Desa tersebut Kepala Desa melantik Kepengurusan badan Usaha Milik Desa.
5. Dengan dokumen pokok AD, ART, dan susunan kepengurusan Bumdes tersebut, Pengelola Operasional Bumdes mengurus Badan Hukum.
Bagian Ketiga, Menata Usaha
1. Pengelola Operasional Bumdes bersama Pengawas dan Penasehat menyusun Rencana Kegiatan Usaha (RKU) dan menunjuk para Kepala Unit Usaha yang direncanakan.
2. Rencana Kegiatan Usaha Bumdes diajukan kepada Kepela Desa untuk dianggarkan dalam APBDes sebagai penyertaan modal.
3. Kepala Unit Usaha Bumdes meliputi:
a. Unit Usaha bisnis sosial (social business)
b. Unit Usaha bisnis penyewaan (renting)
c. Unit Usaha jasa pelayanan atau perantara (brokering)
d. Unit Usaha berproduksi dan/atau berdagang (trading)
e. Unit Usaha bisnis keuangan (financial business)
f. Unit Usaha bersama (holding)
4. Dengan adanya unit usaha bersama (holding) inilah Bumdes dapat melakukan kerjasama usaha dengan individu (masyarakat), sesama Bumdes dan korporasi (perusahaan}.
Bagian Keempat, Kerjasama Bumdes
1. Kerjasama usaha Bumdes dilakukan oleh Kepala Unit Usaha bersama dengan:
a. Individu atau masyarakat dalam bentuk jual beli saham Bumdes.
b. Sesama Bumdes baik bilateral maupun multilateral dalam bentuk unit usaha yang disepakati.
c. Korporasi atau perusahaan dalam bentuk unit usaha yang disepakati.
2. Dalam hal kerjasama Bumdes, harus buat nota kerjasama antara Pengelola Operasional Bumdes dengan Individu disaksikan Penasehat dan Pengawas.
3. Naskah perjanjian kerjasama BUM Desa dengan pihak ketiga paling sedikit memuat:
a. subyek kerjasama;
b. obyek kerjasama;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban;
e. pendanaan;
f. keadaan memaksa;
g. pengalihan aset
h. penyelesaian perselisihan
Manakala peta jalan menuju kerjasama antara Bumdes dengan pihak ketiga tidak sebagaimana uraian di atas, maka sangat mudah Bumdes dirugikan oleh pihak ketiga, karena Bumdes keberadaannya sangat lemah.
Demikian uraian singkat tentang bagaimana tata kelola Bumdes dari pembentukan hingga bisa melakukan kegiatan usaha bersama dengan pihak ketiga.
Terimakasih. Semoga barokah. Aamiin..
Penulis adalah:
Ditrektur Pusat Bimbingan Teknik Padepokan Literasi Nusantara (PusBimtek Palira)
Ketua Umum DPP Literasi Kajian Desa Nusantara (LKDN)