POTRET PEMBINAAN SOSIALISASI BIMBINGAN TEKNIK DAN STUDI TIRU BAGI APARATUR PEMERINTAHAN DESA
1. PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia posisi Kecamatan berkedudukan sebagai perangkat daerah kabupaten/kota sekaligus penyelenggara urusan pemerintahan umum. Sebagai pelaksana perangkat daerah kabupaten/kota, camat melaksanakan sebagian kewenangan bupati/wali kota yang dilimpahkan dan sebagai penyelenggara urusan pemerintahan umum, camat (tbi: Kepala Kantor Kecamatan) secara berjenjang melaksanakan tugas Pemerintah Pusat di wilayah Kecamatan.
Kedudukan tersebut, menjadikan Kecamatan memiliki peran yang sangat strategis di kabupaten/kota, baik dari tugas dan fungsi, organisasi, sumber daya manusia, dan sumber pembiayaannya sehingga perlu pengaturan tersendiri yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan dengan Peraturan Pemerintah.
Realisasi pelimpahan sebagian kewenangan bupati/wali kota kepada camat (tbi: Kepala Kantor Kecamatan) dilaksanakan untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kecamatan dan mengoptimalkan pelayanan publik di Kecamatan sebagai perangkat daerah yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Penyelenggaraan pelimpahan sebagian kewenangan bupati/wali kota kepada camat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintahan Desa adalah mereka yang bertugas untuk mengatur dan melaksanakan pemerintahan di tingkat desa yang dikepalai oleh Kepala Desa bersama badan Permusyawaratan Desa. Sedangkan Kepala Desa dibantu oleh Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Jadi yang disebut dengan pemerintah desa adalah pelaksananya dan Badan Permusyawaratan Desa adalah legeslator desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat atau desa.
Potretnya:
Masih banyak desa yang diperlakukan seperti OPD/SKPD oleh para supradesa, bahkan tidak jarang desa total dibawa kekuasaan supradesa.
2. DASAR HUKUM
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan, sosialisasi, bimbingan teknik dan studi tiru, baik pihak kecamatan maupun pihak desa harus merujuk pada dasar-dasar hukum sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan di Desa;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa;
Potretnya:
Masih banyak regulasi di tingkat daerah yang sengaja dibuat bertentangan dengan regulasi di atasnya, hanya semata-mata bertujuan menguasai dengan berbagai cara.
3. TUJUAN
Dalam hal melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan, sosialisasi, bimbingan teknik dan studi tiru, baik pihak kecamatan maupun pihak desa harus diarahkan pada tujuan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta keterampilan bagi Aparatur Pemerintahan Desa agar dapat meningkatkan kinerjanya, memiliki kompetensi dan profesional dalam menjalankan tugas dan fungsi pelayanannya terhadap masyarakat dalam pemerintahan desa.
Potretnya:
Tujuan yang mulia justru banyak disalahpahamkan sehingga banyak penyelenggaraan Pembinaan, Sosialisasi, Bimbingan Teknik dan/atau Studi Tiru sekedar bertujuan rekreasi atau jalan-jalan semata, sehingga tidak ada hasil peningkatan apa-apa.
4. TANGGUNG JAWAB
Berdasarkan aturan perundang-undang sebagaimana diuraikan di atas, maka tanggung jawab utama terhadap pembinaan, bimbingan teknik dan studi tiru bagi aparatur pemerintahan desa adalah Camat (tbi: Kepala Kantor Kecamatan).
Potertnya:
Banyak penyelenggaraan Pembinaan, Sosialisasi, Bimbingan Teknik dan/atau Studi Tiru justru dikomando oleh Dinas PMD, Camat (tbi: Kepala Kantor Kecamatan) tidak banyak dilibatkan. Justru koordinasinya dengan Organisasi Aparatur desa tertentu, yang sesungguhnya itu menjadi kewenangan BKD (Badan Kerjasama Desa). Bahkan tidak sedikit pula penyelenggaraannya dibagi kaplingan oleh dan dengan institusi atau supradesa tertentu.
5. JENIS
Dinamika dalam meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta keterampilan bagi Aparatur Pemerintahan Desa agar dapat meningkatkan kinerjanya, memiliki kompetensi dan profesional dalam menjalankan tugas dan fungsi pelayanannya terhadap masyarakat dalam pemerintahan desa, maka terdapat beberapa jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan memperhatikan sumber biaya atau anggarannya, antara lain:
1. Pembinaan dan/atau Sosialisasi, yaitu upaya meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta keterampilan bagi Aparatur Pemerintahan Desa yang dilakukan oleh Tim Pembina Teknik Pemerintahan Desa (Tim PTPD) yang terdiri atas aparatur kecamatan dan unsur instansi tingkat kecamatan sektoral yang terkait dengan desa secara koordinatif.
2. Bimbingan Teknik, yaitu upaya meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta keterampilan bagi Aparatur Pemerintahan Desa yang dilakukan oleh lembaga bimbingan teknik yang membidangi desa sebagai pihak ketiga dengan cara kerjasama dengan Tim Pembina Teknik Pemerintahan Desa (Tim PTPD) dan/atau dengan Badan Kejasama Desa (BKD).
3. Studi Tiru, yaitu upaya meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta keterampilan bagi Aparatur Pemerintahan Desa yang dilakukan oleh lembaga bimbingan teknik yang membidangi desa sebagai pihak ketiga dengan cara kerjasama dengan Tim Pembina Teknik Pemerintahan Desa (Tim PTPD) dan/atau dengan Badan Kejasama Desa (BKD) dalam usaha menduplikasi program dari desa lain.
Potretnya:
Sepanjang tahun yang banyak dilakukan adalah bimbingan teknik dan studi tiru, tentunya dengan anggaran dari APBDes, sehingga praktis anggaran pembinaan dan sosialisasi dari APBD minim sekali digunakan.
6. NARASUMBER
1. Manakala merujuk pada dasar hukum di atas, maka pembinaan aparatur pemerintahan desa itu dilakukan oleh sebuah tim yang dibentuk dengan Keputusan Camat (tbi: Kepala Kantor Kecamatan) yang selanjutnya disebut Tim Pembina Teknik Pemerintahan Desa (Tim PTPD) yang terdiri atas aparatur kecamatan dan unsur instansi tingkat kecamatan sektoral yang terkait dengan desa.
2. Dalam hal aparatur kecamatan dan unsur instansi tingkat kecamatan sektoral yang terkait dengan desa dirasa atau merasa tidak atau belum mampu, maka pihak Tim Pembina Teknik Pemerintahan Desa (Tim PTPD) dan/atau pihak Badan Kejasama Desa (BKD) dapat melakukan kerjasama dengan lembaga bimbingan teknik yang membidangi desa sebagai pihak ketiga.
Potretnya:
Masih banyak penyelenggaraan Pembinaan dan Sosialisasi disampaikan oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi di bidang binaannya, mereka tampil hanya karena jabatannya. Akibatnya respon peserta jugan sangat rendah.
Demikian pula perihal Bimbingan Teknik, narasumbernya mayoritas masih baru hanya dengan pendekatan jabatan dan akademisi, masih sedikit yang menggunakan pendekatan profesi dan praktisi. Akibatnya materi yang disampaikan tidak nyambung dengan apa yang menjadi kebutuhan peserta bimbingan tekniknya.
Sementara mengenai studi tiru yang banyak dilakukan adalah menuju daerah yang memiliki destinasi wisata tertentu, bilangnya hendak menduplikasi, tapi faktanya banyak yang hanya sekedar rekreasi.
7. SASARAN PESERTA
Desa sebagai objek sasaran Pembinaan, Sosialisasi, Bimbingan Teknik dan Studi Tiru terdiri atas:
1. Pemerintah desa (Kades dan Perangkat Desa)
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
3. Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD, LAD dan LKD Lainnya)
4. Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan dan perwakilan kelompok masyarakat lainnya.
Potretnya:
Hingga saat ini, peserta masih dominan diperuntukkan Pemerintah Desa, itupun hanya untuk beberapa jabatan tertentu saja. BPD dan LKD hampir tidak dipedulikan untuk dibina dan dibimbing.
Apalagi Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan dan perwakilan kelompok masyarakat lainnya praktis tidak pernah ada pembinaan dan pembimbingan.
8. MATERI
Materi Pembinaan, Sosialisasi, Bimbingan Teknik dan Studi Tiru dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Materi Pembinaan yang materinya meliputi: pedoman, petunjuk dan SOP program tertentu.
2. Materi Sosialisasi yang materinya meliputi regulasi mulai dari tingkat pusat hinggal desa dan program-program tertentu.
3. Materi Bimbingan Teknik yang materinya meliputi: Tata Kelola Desa, tata Niaga Desa dan tata Sosial Desa yang menjadi kebutuhan dasar bagi setiap aparatur pemerintahan desa.
4. Materi Studi Tiru yang sasarannya disesuaikan dengan RPJMDes dan/atau RKPDes nya.
Potertnya:
Kegiatan pembinaan dan/atau sosialisasi sering kali materinya hanya sekedar dibacakan, karena pemateri tidak menguasai substansi materinya, yang penting anggaran bisa diekskusi. Sebaliknya peserta pembinaan dan/atau sosialisasi cenderung pasif dan respon terhadap materi rendah, yang penting hadir, makan dan uang saku.
Kegiatan bimbingan sering materinya tidak nyambung dengan apa yang dibutuhkan dilapangan dimana aparatur pemerintahan desa melaksanakan tugas dan fungsinya. Akibatnya kuwalitas peserta bimbingan antara sebelum dan sesudah bimbingan ya sama saja, tetap tidak mampu meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya sebagai aparatur pemerintahan desa yang harus melayani masyarakat dengan maksimal.
Sementara mengenai kegiatan studi tiru, kecenderungan yang dibidik adalah daerah yang banyak destinasi wisatanya, baru menelusuri profil dan program tertentu yang meskipun profil dan program tersebut tidak ada korelasi dan reduplikasi dengan profil dan program desanya.
9. HASIL
Hasil dari Pembinaan, Sosialisasi, Bimbingan Teknik dan Studi Tiru bagi Aparatur Pemerintahan Desa dengan empat klasifikasi materi tersebut di atas, antara lain:
1. Aparatur Pemerintahan Desa meningkat wawasan dan pengetahuannya tentang Tata Kelola Desa, tata Niaga Desa dan tata Sosial Desa.
2. Aparatur Pemerintahan Desa meningkat keterampilannya mengenai Tata Kelola Desa, tata Niaga Desa dan tata Sosial Desa.
3. Aparatur Pemerintahan Desa meningkat dalam mengimplemntasikan Tata Kelola Desa, tata Niaga Desa dan tata Sosial Desa.
4. Aparatur Pemerintahan Desa meningkat kinerjanya dalam menjalankan tugas dan fungsi pelayanannya terhadap masyarakat dalam pemerintahan desa baik tentang Tata Kelola Desa, Tata Niaga Desa maupun tata Sosial Desa.
5. Aparatur Pemerintahan Desa meningkat kompetensinya dalam menjalankan tugas dan fungsi pelayanannya terhadap masyarakat dalam pemerintahan desa baik tentang Tata Kelola Desa, Tata Niaga Desa maupun tata Sosial Desa.
6. Aparatur Pemerintahan Desa meningkat profesionalitasnya dalam menjalankan tugas dan fungsi pelayanannya terhadap masyarakat dalam pemerintahan desa baik tentang Tata Kelola Desa, Tata Niaga Desa maupun tata Sosial Desa.
Potretnya:
Banyak hasil pembinaan justru aparatur pemerintahan desa menjadi merasa dalam kekuasaan supradesa, hal ini disebabkan materi yang dibinakan lebih ditekankan pada kewajiban, larangan dan sanksi, sedikit porsinya materi yang menunjukkan kewenangan dan hak aparatur pemerintahan desa.
Banyak pula hasil bimbingan tidak bisa diterapkan oleh aparatur penmerintahan desa dalam menjalankan tugas dan fungsinya, karena materinya lebih mengedepankan teori dan tentunya sedikit sekali yang berisi materi terapan.
Banyak hasil studi tiru tidak dapat diduplikasi di desanya, ini disebabkan mayoritas kegiatan studi tiru hanya modus rekreasi atau jalan-jalan dengan biaya yang bersumber dari uang negara.
10. WAKTU
Pembinaan, Sosialisasi, Bimbingan Teknik dan Studi Tiru dalam upaya meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta keterampilan bagi Aparatur Pemerintahan Desa agar dapat meningkatkan kinerjanya, memiliki kompetensi dan profesional dalam menjalankan tugas dan fungsi pelayanannya terhadap masyarakat dalam pemerintahan desa, sebaiknya dilaksanakan dengan pendekatan siklus penyelenggaraan pemerintahan.
Potretnya:
Masih banyak penyelenggaraan pembinaan dan sosialisasi hanya karena akan ada even tertentu, sehingga pembinaan tidak masimal, karena tidak terprogran secara sistematis.
Masih banyak pula penyelenggaraan pembinaan dan sosialisasi dilaksanakan mengabaikan siklus penyelenggaraan pemerintahan desa, cenderung dilaksanakan di bulan-bulan mendekati akhir tahun, karena hanya menghabiskan anggaran.
Masih banyak penyelenggaraan bimbingan tidak berdasarkan kebutuhan. Hal ini disebabkan program bimbingan tidak direncanakan sejak awal penyusunan anggaran, melainkan menunggu perubahan anggaran dengan cara mengakal-akali penyisihan anggaran.
Masih banyak penyelenggaraan bimbingan dilaksanakan mengabaikan siklus penyelenggaraan pemerintahan desa, sehingga materi dan hasil bimbingannya juga sulit diterapkan.
11. SUMBER BIAYA
Biaya atau anggaran Pembinaan, Sosialisasi, Bimbingan Teknik dan Studi Tiru dalam upaya meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta keterampilan bagi Aparatur Pemerintahan Desa agar dapat meningkatkan kinerjanya, memiliki kompetensi dan profesional dalam menjalankan tugas dan fungsi pelayanannya terhadap masyarakat dalam pemerintahan desa dengan pendekatan jenisnya, maka dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Pembinaan: sumber biaya atau anggarannya dari Pemerintah / Pemerintah Propinsi / Pemerintah Kabupaten/Kota.
2. Sosialisasi: sumber biaya atau anggarannya dari Pemerintah / Pemerintah Propinsi / Pemerintah Kabupaten/Kota.
3. Bimbingan Teknik: sumber biaya atau anggarannya dari Pemerintah Desa / APBDes.
4. Studi Tiru: sumber biaya atau anggarannya dari Pemerintah Desa / APBDes.
Potretnya:
Banyak penyelenggaraan pembinaan, sosialisasi bimbingan dan studi tiru sumber biayanya dibebankan seluruhnya ke APBDes, akibatnya pemerintahan desa merasa sangat terbeban. Ditambah lagi banyaknya program yang jelas itu tanggung jawab supradesa tapi dibebankan pula ke APBDes.
12. MASUKAN
Dari uraian di atas, dapat disampaikan beberapa masukan baik secara preventif dan kuratif baik kepada aparatur pemerintahan desa maupun kepada supradesa, antara lain:
1. Serahkan kewenangan pembinaan terhadap desa beserta anggarannya dari APBD itu kepada Camat (tbi: Kepala Kantor Kecamatan) sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018.
2. Para Camat (tbi: Kepala Kantor Kecamatan). Segeralah membentuk Tim PTPD.
3. Tim PTPD disamping harus memiliki kemampuan substansial materi pembinaan, harus pula memiliki keterampilan berbicara yang bagus.
4. Pembinaan terhadap desa berusahalah terprogram dengan pendekatan siklus penyelenggaraan pemerintahan desa.
5. Materi pembinaan upayakan mampu meningkatkan kapasitasnya sebagaimana tugas dan fungsinya aparatur pemerintahan desa dalam melakukan pelayanan publik.
6. Serahkan kewenangan penyelenggaraan bimbingan itu kepada pemerintahan desa sebagaimana amanat undang-undang Desa.
7. Upayakan penyelenggaraan bimbingan itu kerjasama dengan pihak ketiga yang memiliki spesifikasi sebagai penyelenggara bimbingan.
8. Berusahalah medapatkan narasumber atau pembimbing dengan berlakang profesi dan praktisi, agar benar-benar mendapatkan ilmu terapan.
9. Materi bimbingan usahakan mampu meningkatkan kapasitasnya sebagaimana tugas dan fungsinya aparatur pemerintahan desa dalam melakukan pelayanan publik.
10. Hentikan modus pembinaan, bimbingan dan studi tiru yang sesuangguhnya hanya upaya menghabiskan anggaran untuk jalan-jalan dan rekreasi belaka.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN