MODUS PEMERINTAHAN DARI ORDE KE ORDE
Manakala diperhatikan, bagaimana pemerintahan kita dari orde ke orde dalam menerapkan peraturan perundang-undangan, maka dapat dikategorikan dalam tipe-tipe sebagai berikut:
1. Di era Orde Lama, rakyat diatur berdasarkan PERINTAH.
2. Di era Orde Baru, rakyat diatur berdasarkan KEBIJAKAN.
3. Di era Orde Reformasi, rakyat diatur berdasarkan PETUNJUK.
Terhadap tipe-tipe sebagaimana tersebut di atas dapat diulas demikian:
MODUS PERINTAH
Di masa Orde lama sarana komunikasi dan informasi masih sangat sulit diperoleh rakyat, sehingga rakyat sangat minim pengetahuannya tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kondisi ini banyak dimanfaatkan oleh para penyelenggara negara dan pelaksana pemerintahan dalam mengimplementasikan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kemauannya dengan dalih “ini perintah dari atas, maka rakyat harus tunduk pada perintah”
MODUS KEBIJAKAN
Pada masa Orde Baru sarana komunikasi dan informasi sudah mulai mudah diperoleh rakyat meskipun secara manual, sehingga rakyat mulai banyak yang tahu tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sayangnya pemerintahan dimenej dengan otoriter dari pusat hingga ke desa. Undang-undang nomor 5 tahun 1979 menjadikan Kepala Desa sebagai pemimpin tunggal di desa.
Keadaan ini total dimanfaatkan oleh para penyelenggara negara dan pelaksana pemerintahan dari pusat hingga ke desa dalam mengimplementasikan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kepentingan politik partai dan/atau penguasa dengan dalih “ini kebijakan dari atas, maka rakyat harus tunduk pada kebijakan”.
Peraturan tinggal peraturan, meskipun rakyat mulai banyak yang tahu peraturannya, tapi negara dan pemerintahan digerakkan berdasarkan kepentingan politik dan penguasa. Sehingga peraturan yang dibuat praktis tidak berguna.
MODUS PETUNJUK
Masa Orde Reformasi ini sarana komunikasi dan informasi sudah sudah sangat mudah diperoleh rakyat meskipun secara manual maupun digital, sehingga rakyat secara merata mulai banyak yang tahu tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rakyat pun semakin banyak yang paham tentang keterbukaan informasi publik. Sayangnya pemerintahan kini masih bertahan dengan pola pikir ordes sebelumnya, hanya saja istilah yang dipakai dengan diksi yang berbeda, yaitu “ini petunjuk dari atas, maka rakyat harus tunduk pada petunjuk”.
Disamping dengan dalih “petunjuk”, pemerintahan di daerrah juga menggunakan dalih “otonomi”. Akibatnya rakyat masih harus terus tetap menjadi obyek penderrita dalam penyelenggaraan negara dan tata kelola pemerintahan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Dalih Petunjuk
Ketika terbit peraturan dari pemerintah pusat yang menguntungkan rakyat, pemerintah di daerah dan/atau desa cenderung enggan melaksanakannya, lalu di terbitkannya Juknis (Petunjuk Teknis) atau Pedum (Pedoman Umum) sesuai dengan kepentingan dan keinginan pemangku kepentingan di daerah dan/atau desa.
Dalih Otonomi
Ketika terbit peraturan dari pemerintah pusat yang tidak sesuai dengan kepentingan atau kemauan pemangku kepentingan di daerah dan/atau desa, maka diterbitkanlah peraturan di daerah dan/atau desa yang sesuai dengan kepentingan dan kemauan pemangku kepentingan di daerah dan/atau desa.
Sesungguhnya dalih petunjuk maupun dalih otonomi sebagaimana uraian di atas adalah bentuk pelanggaran hukum bagi penguasa, maka rakyat berhak menolak, bahkan melawan. Karena rakyat adalah pemilik kedaulatan atas negara ini.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN