REALITAS MINIMNYA KEPEDULIAN PEMERINTAH DESA TERHADAP ORGANISASI KEPEMUDAAN DI KABUPATEN LAMONGAN

REALITAS MINIMNYA KEPEDULIAN PEMERINTAH DESA TERHADAP ORGANISASI KEPEMUDAAN DI KABUPATEN LAMONGAN

Oleh: NUR ROZUQI*

Mengenai minimnya kepedulian mayoritas pemerintah desa di Kabupaten Lamongan terhadap organisasi kepemudaan, termasuk Karang Taruna dan organisasi pemuda lainnya dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kondisi Umum: Lemahnya Dukungan Struktural dan Anggaran

Meskipun Peraturan Bupati Lamongan No. 24 Tahun 2020 telah mengatur tentang kepemudaan termasuk hak, peran serta, pelayanan, dan pendanaan organisasi kepemudaan fakta di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas pemerintah desa belum mengimplementasikan ketentuan tersebut secara nyata. Beberapa indikator lemahnya kepedulian antara lain:

a. Tidak adanya alokasi anggaran khusus dalam APBDes untuk kegiatan Karang Taruna atau organisasi pemuda lainnya.
b. Minimnya fasilitasi ruang kegiatan, pelatihan, atau program pemberdayaan pemuda.
c. Tidak adanya pendampingan atau pelibatan aktif dalam perencanaan pembangunan desa.

2. Karang Taruna: Organisasi yang Diabaikan Padahal Diatur dalam Regulasi

Karang Taruna merupakan organisasi sosial kepemudaan yang secara eksplisit menjadi kewenangan pemerintah desa. Namun:

a. Banyak desa tidak memiliki struktur Karang Taruna yang aktif atau bahkan tidak membentuknya sama sekali.
b. Pemerintah desa seringkali menganggap Karang Taruna sebagai beban administratif, bukan mitra pembangunan.
c. Kegiatan Karang Taruna sering bergantung pada inisiatif pribadi pemuda, bukan dukungan kelembagaan dari desa.

3. Organisasi Pemuda Non-Formal: Tidak Diakui, Tidak Dilibatkan

Selain Karang Taruna, banyak organisasi pemuda berbasis komunitas, keagamaan, seni, olahraga, dan literasi tumbuh di desa-desa. Namun:

a. Pemerintah desa jarang mengakui keberadaan mereka secara formal.
b. Tidak ada mekanisme pelibatan mereka dalam musyawarah desa, perencanaan kegiatan, atau program pemberdayaan.
c. Potensi mereka sebagai agen perubahan dan penggerak sosial tidak dimanfaatkan.

4. Faktor Penyebab Minimnya Kepedulian

Beberapa akar masalah yang menyebabkan kondisi ini antara lain:

a. Kurangnya pemahaman aparatur desa tentang fungsi strategis organisasi kepemudaan dalam pembangunan partisipatif.
b. Orientasi pembangunan desa yang masih bersifat fisik dan jangka pendek, mengabaikan aspek sosial dan penguatan SDM.
c. Tidak adanya sistem monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Perbup Kepemudaan di tingkat desa.
d. Minimnya tekanan dari masyarakat atau pemuda sendiri untuk menuntut hak dan ruang partisipasi.

5. Dampak Sosial dan Kelembagaan

Minimnya perhatian ini berdampak luas:

a. Pemuda desa kehilangan ruang aktualisasi, pembelajaran, dan kontribusi sosial.
b. Terjadi alienasi antara generasi muda dan pemerintahan desa.
c. Potensi konflik sosial meningkat karena pemuda merasa tidak diakui.
d. Regenerasi kepemimpinan lokal terhambat karena tidak ada proses kaderisasi.

6. Rekomendasi Tindakan

Untuk mengatasi masalah ini, beberapa langkah strategis dapat dilakukan:

a. Revisi dan sosialisasi Perbup No. 24 Tahun 2020 agar lebih operasional di tingkat desa.
b. Wajibkan desa mengalokasikan anggaran minimal untuk organisasi kepemudaan dalam APBDes.
c. Bangun mekanisme pelibatan pemuda dalam Musrenbangdes dan forum-forum desa.
d. Fasilitasi pelatihan bagi aparatur desa tentang pentingnya organisasi kepemudaan sebagai mitra pembangunan.
e. Dorong pemuda untuk membentuk forum komunikasi lintas organisasi sebagai wadah advokasi dan kolaborasi.

Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…

*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

Bagikan manfaat >>

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ada yang bisa kami bantu? .
Image Icon
Profile Image
Bimtek Palira Perlu bantuan ? Online
Bimtek Palira Mohon informasi tentang bimtek :