PENYEBAB KEBURUKAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN

PENYEBAB KEBURUKAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN

Oleh: NUR ROZUQI*

Memburuknya kondisi pertanian di Kabupaten Lamongan merupakan akibat dari kombinasi faktor struktural, ekologis, kelembagaan, dan kebijakan yang tidak berpihak pada petani kecil. Para penyebabnya meliputi pemerintah daerah, dinas pertanian, elite politik, serta lemahnya peran kelembagaan petani dan pendamping lapangan. Berikut penjabaran sistematis dan kontekstual:

1. Kebijakan Pertanian yang Tidak Konsisten dan Tidak Berbasis Data

a. Pemerintah daerah dan Dinas Pertanian Lamongan belum menyusun kebijakan pertanian berbasis data spasial dan kebutuhan riil petani.
b. Program seperti penggunaan Dana Desa minimal 20% untuk pertanian belum dijalankan secara konsisten dan terukur.
c. Target swasembada pangan nasional sering dijadikan simbol politik, bukan strategi jangka panjang yang berkelanjutan.

2. Keterbatasan Infrastruktur Irigasi dan Adaptasi Iklim

a. Banyak wilayah pertanian di Lamongan belum memiliki akses air yang memadai, terutama di luar zona irigasi teknis.
b. Perubahan iklim menyebabkan ketidakpastian musim tanam, namun belum ada sistem peringatan dini atau adaptasi berbasis komunitas.
c. Rehabilitasi jaringan irigasi lambat dan tidak merata, menyebabkan ketimpangan produktivitas antar kecamatan.

3. Ketimpangan Akses Teknologi dan Pendampingan

a. Petani kecil kesulitan mengakses bibit unggul, pupuk bersubsidi, dan alat pertanian modern, karena distribusi tidak transparan.
b. Pendamping lapangan (PPL) tidak merata dan sering tidak memiliki kapasitas teknis atau sosial yang memadai.
c. Sekolah lapang seperti SL GAP dan SL PHT belum menjangkau seluruh kelompok tani, terutama di wilayah pinggiran.

4. Dominasi Elite Politik dan Tengkulak

a. Elite lokal dan tengkulak menguasai rantai distribusi hasil panen, menyebabkan petani tidak memiliki posisi tawar.
b. Harga komoditas pertanian tidak stabil dan sering dimanipulasi, sementara perlindungan harga dari pemerintah minim.
c. Koperasi dan kelembagaan petani lemah, tidak mampu menjadi penyangga atau penghubung ke pasar yang adil.

5. Siapa yang Bertanggung Jawab?

a. Pemerintah Daerah (Bupati, Dinas Pertanian) sebagai penentu arah kebijakan, belum responsif terhadap kebutuhan petani
b. Pendamping Lapangan (PPL) sebagai fasilitator teknis, sering tidak aktif atau tidak kompeten
c. Elite Politik Lokal yang menggunakan sektor pertanian sebagai alat politik, bukan pemberdayaan
d. Tengkulak dan Jaringan Dagang yang mengontrol harga dan distribusi hasil panen
e. Kelembagaan Petani (Gapoktan, Koperasi) yang lemah secara organisasi dan tidak mampu melindungi kepentingan petani

Kerusakan ini bukan hanya soal produksi, tetapi menyangkut hilangnya kedaulatan petani atas tanah, air, dan harga. Jika tidak segera dibenahi, pertanian Lamongan akan kehilangan daya saing dan ketahanan pangan lokal akan terancam.

Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…

*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

Bagikan manfaat >>

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ada yang bisa kami bantu? .
Image Icon
Profile Image
Bimtek Palira Perlu bantuan ? Offline
Bimtek Palira Mohon informasi tentang bimtek :