PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA DESA YANG PARTISIPATIF DAN AKUNTABEL
Oleh: NUR ROZUQI*
1. Pendahuluan
Tata kelola desa yang baik merupakan fondasi utama dalam mewujudkan pembangunan desa yang berkelanjutan, inklusif, dan berkeadilan. Dalam konteks otonomi desa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat setempat. Namun, kewenangan ini harus dijalankan dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, terutama partisipasi dan akuntabilitas. Kedua prinsip ini menjadi penentu apakah desa mampu menjadi ruang demokrasi lokal yang sehat atau justru terjebak dalam praktik eksklusif dan tidak transparan.
2. Penjelasannya
A. Prinsip Partisipatif
Partisipasi dalam tata kelola desa berarti keterlibatan aktif seluruh elemen masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan pembangunan desa. Prinsip ini mencakup beberapa aspek penting:
1) Keterbukaan Ruang Musyawarah
Musyawarah Desa (Musdes) harus menjadi forum inklusif yang melibatkan semua kelompok masyarakat, termasuk perempuan, pemuda, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. Musdes bukan sekadar formalitas, tetapi ruang deliberatif untuk menyusun arah pembangunan bersama.
2) Akses Informasi Publik
Masyarakat harus memiliki akses terhadap dokumen perencanaan (RPJMDes, RKPDes), anggaran (APBDes), dan laporan pertanggungjawaban. Transparansi informasi adalah prasyarat partisipasi yang bermakna.
3) Pemberdayaan Kapasitas Warga
Partisipasi tidak akan optimal tanpa peningkatan kapasitas masyarakat. Oleh karena itu, pelatihan, sosialisasi, dan pendampingan menjadi bagian integral dari tata kelola partisipatif.
4) Pengakuan terhadap Kearifan Lokal
Partisipasi juga berarti menghargai nilai-nilai lokal, seperti gotong royong, rembug warga, dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat desa.
B. Prinsip Akuntabel
Akuntabilitas dalam tata kelola desa merujuk pada kewajiban pemerintah desa untuk mempertanggungjawabkan setiap kebijakan, program, dan penggunaan sumber daya kepada masyarakat. Prinsip ini meliputi:
1) Pertanggungjawaban Vertikal dan Horizontal
Pemerintah desa tidak hanya bertanggung jawab kepada pemerintah di atasnya (kecamatan, kabupaten), tetapi juga secara horizontal kepada warga desa sebagai pemilik kedaulatan.
2) Transparansi Keuangan dan Kinerja
Pengelolaan dana desa harus dilakukan secara terbuka, dengan pelaporan yang jelas, mudah diakses, dan dapat dipahami oleh masyarakat. Ini mencakup papan informasi anggaran, laporan realisasi APBDes, dan dokumentasi kegiatan.
3) Pengawasan Berbasis Komunitas
Lembaga seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD), kelompok masyarakat, dan tokoh lokal harus dilibatkan dalam pengawasan pembangunan. Mekanisme pengaduan dan pelaporan pelanggaran juga perlu difungsikan secara efektif.
4) Sanksi dan Evaluasi Kinerja
Akuntabilitas tidak cukup hanya dengan laporan, tetapi juga harus ada mekanisme evaluasi dan sanksi terhadap penyimpangan, baik secara administratif, sosial, maupun hukum.
3. Penutup
Tata kelola desa yang partisipatif dan akuntabel bukan sekadar jargon administratif, melainkan prinsip dasar yang menentukan kualitas demokrasi dan keberlanjutan pembangunan di tingkat lokal. Partisipasi menjamin bahwa pembangunan desa berangkat dari kebutuhan dan aspirasi warga, sementara akuntabilitas memastikan bahwa kekuasaan dijalankan secara bertanggung jawab dan transparan. Keduanya harus berjalan beriringan, saling menguatkan, dan ditopang oleh kapasitas kelembagaan serta kesadaran kolektif. Dengan menghidupkan prinsip-prinsip ini, desa tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi subjek yang berdaulat atas masa depannya sendiri.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

