Kejahatan Komunal Dalam Pusaran Dobel Job
Hingga sekarang ini, Juni 2021, masih saja banyak yang bertanya dari berbagai daerah, terkait dengan adanya Kepala Desa atau Perangkat Desa yang masih merangkap jabatan/pekerjaan sebagai:
1. Guru sertifikasi.
2. UPK (eks PNPM)
3. Pendamping PKH
4. TKSK
5. Pendamping Desa
5. Atau Pendampin Program lainnya yang juga mendapatkan insentif dari uang negara.
Padahal Kepala Desa dan Perangkat Desa sudah mendapatkan SILTAP.
Selama ini jawaban saya tetap saja sama, singkat:
LAPORKAN KEJAKSAAN ATAU KEPOLISIAN. ITU PIDANA. BAHKAN ITU BISA DISERET KE RANA TIPIKOR.
Lalu jawaban saya berikutnya:
Ini bukan delik aduan. Tidak perlu ada yg lapor. Tapi tanggungjawab Pemkab/Pemkot. Diknas. Dinsos. Dinas PMD. Kemenag. Kecamatan. Pemerintah Desa. Dengam verifikasi yang tegas. Kejaksaan dan Kepolisian juga tidak harus atau bahkan tidak boleh menunggu bola.
Manakala para penyelenggaran negara sebagaimana yang saya sebut di atas harus punya integrita dalam beekomitmen terhadap NKRI.
Mirisnya ada salah satu kantor dinas menjawab hal tersebut, bahwa SK para pendamping itu merupakan kewenangan Pusat, itu bagi saya sebuah jawaban yang bodoh dan salah.
Bodohnya, tanggungjawab menjaring dan menyaring mereka itu kantor dinas, bukan kantor Kementerian. kenapa melempar tanggungjawab?
Salahnya, OPD / SKPD atau Kantor Dinas itu pasti sudah tahu data mereka yang dobel bahkan tripel, tapi kenapa justru melakukan pembiaran.
Semestinya harus dilakukan penghentian gaji sebelum proses lebih lanjut, yaitu mengembalikan seluruh gaji yang telah diterima atau menyeret mereka masuk jeruji besi.
Sayangnya semua hal tersebut tidak dilakukan, justru yang terlihat adalah sikap pembiaran. Maka tidaklah berlebihan bila kondisi ini bisa disebut Kejahatan Komunal Dalam Pusaran Dobel Job.
Terimakasih. Semoga Barokah. Aamiin..