FKAKD (Forum Komunikasi Antar Kelembagaan Desa)

FKAKD (Forum Komunikasi Antar Kelembagaan Desa)

Sesungguhnya dalam rangka membangun untuk mewujudkan kondisi kelembagaan desa yang harmonis, komunikatif, demokratis, partisipatif, transparan, dan akuntabel itu mudah, rujukan hukumnya juga sudah ada, hanya kemauan, kesungguhan, dan kejujuran para pemangku desa itu ada atau tidak?

Pasal 50 dalam Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 telah menyediakan sebagai landasan hukum terbentuknyak Forum Komunikasi Antar Kelembagaan Desa atau yang disingkat FKAKD. Tetapi hingga saat ini pasal tersebut hampir semua Pemangku Desa dan Pembina Desa tidak tahu menahu dan gagal paham dengan pasal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kondisi faktual mayoritas antara lain:

A. Pemerintah Desa:
1. Merasa paling berkuasa atas desanya.
2. Tertutup terkait pengelolaan keuangan desa.
3. Cenderung meninggalkan BPD.
4. Tidak maksimal melibatkan LKD dalam berdesa.
5. Kerap kali melakukan aktivitas berdesa dengan dalih petunjuk.
6. Tidak pernah dan/ataubuat Perdes selain Perdes tahunan.

B. Badan Permusyawaratan Desa:
1. Cenderung pasif dengan kegiatan berdesa, bahkan mengekor kades.
2. Lemah dalam melakukan pengawasan terhadap Pemdes.
3. Tidak pernah melakukan dan membuat Laporan Evaluasi Kinerja Kades.
4. Tidak pernah menyelenggaran Musdes.
5. Tidak pernah dan/atau mampu membuat Perdes atas hak inisiatifnya.

C. Lembaga Kemasyarakatan Desa:
1. LPMD tidak berfungsi, bahkan tidak ada.
2. PKK sekedar kumpulan rutin.
3. Karang Taruna tidak jelas orang-orangnya.
4. Posyandu yang sekedar rutinitas.
5. Pengurus RT dan RW hanya ada ketua.
6. Linmas hanya ada saat pemilu.
7. Tidak ada perpustakaan desa.
8. LKD lainnya tidak dikelola maksimal.
9. Banyak Pokmas abal-abal.
10. LAD tidak jelas kedudukan dan tupoksinya.

D. Kader dan Petugas Desa:
1. KPMD yang dimatisurikan.
2. Petugas Desa yang tidak terjamin kesejahteraannya.

E. Pendamping Desa:
1. Tidak memiliki kompetensi yang memadahi.
2. Tidak profesional dan proporsional.

F. Pembina Desa:
1. Tidak adil dalam memperlakukan antara Pemdes dan BPD.
2. Tidak memiliki kompetensi yang memadahi sebagai pembina.
3. Tidak profesional dan proporsional dalam pembinaan.

Fakta-fakta sebagaimana teruraikan di atas, sesungguhnya bisa diatasi dengan metode tata kelola desa yang mengedepankan kebersamaan (musyawarah) dengan komunikasi yang harmonis dalam wadah FKAKD (Forum Komunikasi Antar Kelembagaan Desa) guna mewujudkan sistem tata kelola desa yang demokratis, partisipatif, transparan, dan akuntabel yang didorong oleh kemauan, kesungguhan, dan kejujuran para pemangku desa.

Terimakasih. Semoga barokah. Aamiin…

Penulis adalah:
Nur Rozuqi
Direktur PusBimtek Palira.
Ketua Umum DPP LKDN.