KONSEKUENSI HUKUM BAGI CAMAT YANG MENOLAK PENYELENGGARAAN PILKADES PAW
Oleh: NUR ROZUQI*
Penolakan camat terhadap pelaksanaan Pilkades PAW bisa menimbulkan konsekuensi hukum dan administratif, tergantung pada alasan dan konteks penolakan. Berikut penjelasan berdasarkan regulasi dan praktik di lapangan:
1. Jika Penolakan Tidak Berdasarkan Hukum
Jika camat menolak tanpa dasar hukum yang sah (misalnya tidak ada surat edaran, belum ada regulasi turunan, atau hanya karena alasan pribadi/birokratis), maka konsekuensinya bisa berupa:
a. Teguran administratif dari bupati atau inspektorat
b. Evaluasi jabatan oleh pemerintah kabupaten
c. Pengaduan masyarakat atau BPD ke Ombudsman atau DPRD
d. Potensi pelanggaran asas pemerintahan yang baik, seperti menghambat hak demokratis warga desa
2. Jika Penolakan Berdasarkan Instruksi Atasan
Oleh Bupati, Camat diminta menunda Pilkades PAW karena regulasi dari Kemendagri belum final. Dalam kasus seperti ini:
a. Penolakan dianggap sah secara administratif
b. Tidak ada konsekuensi hukum langsung selama mengikuti surat edaran atau instruksi resmi
c. Namun, jika penundaan terlalu lama dan tidak ada tindak lanjut, bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan konflik sosial di desa
3. Risiko Jika Camat Menghalangi Tanpa Dasar
Jika camat secara aktif menghalangi proses PAW yang sudah memenuhi syarat hukum (misalnya BPD sudah membentuk panitia, sisa masa jabatan >1 tahun, dan tidak ada larangan dari bupati), maka:
a. Bisa dianggap melampaui kewenangan administratif
b. Berpotensi dilaporkan ke PTUN atas tindakan maladministrasi
c. Dapat dikenai sanksi berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan dan UU Desa
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN