MEMPERBAIKI KERUSAKAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA
Oleh: NUR ROZUQI*
Memperbaiki kerusakan tata kelola pemerintahan desa bukan sekadar soal administrasi ini adalah proses pemulihan demokrasi lokal, pemberdayaan warga, dan rekonstruksi etika pelayanan publik. Dibutuhkan pendekatan sistemik, partisipatif, dan kontekstual yang menyentuh struktur, budaya, dan kapasitas desa. Berikut strategi komprehensif dan modular yang bisa diterapkan:
1. Pemulihan Integritas Kepala Desa dan Perangkat
a. Terapkan uji publik dan deklarasi integritas bagi calon kepala desa dan perangkat.
b. Wajibkan laporan kekayaan dan konflik kepentingan sebelum dan sesudah menjabat.
c. Dorong komitmen antikorupsi dan transparansi sebagai syarat utama pelantikan.
2. Standarisasi dan Kontekstualisasi Administrasi Desa
a. Susun format administrasi yang modular dan mudah dipahami, mulai dari RPJMDes, RKPDes, APBDes, hingga laporan kegiatan.
b. Latih perangkat desa untuk mengaitkan dokumen dengan kebutuhan warga dan dampak nyata, bukan sekadar formalitas.
c. Bangun arsip desa yang terbuka dan terintegrasi, baik fisik maupun digital.
3. Transparansi dan Efisiensi Pengelolaan Dana Desa
a. Terapkan dashboard anggaran desa berbasis warga, bisa berupa papan informasi, infografis, atau aplikasi sederhana.
b. Wajibkan audit partisipatif tahunan, melibatkan BPD, tokoh masyarakat, dan pemuda.
c. Dorong penganggaran berbasis musyawarah dan kebutuhan riil, bukan proyek titipan.
4. Revitalisasi Musyawarah Desa dan Peran BPD
a. Ubah musyawarah desa dari ritual administratif menjadi ruang reflektif dan demokratis.
b. Perkuat kapasitas BPD sebagai pengawas aktif dan mitra warga, bukan sekadar pelengkap struktur.
c. Libatkan kelompok rentan, perempuan, dan pemuda dalam proses perencanaan dan evaluasi.
5. Pendidikan Tata Kelola dan Literasi Warga
a. Integrasikan pendidikan tata kelola desa dalam kegiatan PKK, karang taruna, dan kelompok tani.
b. Bangun komunitas belajar desa untuk memahami hak, fungsi pemerintahan, dan mekanisme pengawasan.
c. Dorong penggunaan bahasa daerah dan bentuk tradisional (wayang, tembang, sandiwara) untuk sosialisasi kebijakan.
6. Penguatan Kapasitas Aparatur dan Pendamping
a. Wajibkan pelatihan berkala berbasis praktik dan studi kasus lokal bagi perangkat desa.
b. Bangun modul pelatihan partisipatif yang menggabungkan aspek teknis, etis, dan budaya.
c. Evaluasi dan perbarui peran pendamping desa agar lebih kontekstual, reflektif, dan mendukung pemberdayaan.
7. Siapa yang Harus Bergerak?
a. Kepala Desa sebagai pemimpin etika dan pelayanan publik
b. Perangkat Desa sebagai pelaksana teknis dan penjaga dokumentasi
c. BPD sebagai pengawas aktif dan mitra warga
d. Pendamping Desa dan KPMD sebagai fasilitator reflektif dan penguat kapasitas
e. Warga sebagai pengawas, peserta musyawarah, dan pemilik desa
f. Tokoh Adat/Budaya sebagai penjaga nilai dan penyambung tradisi
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

