PENYEBAB RUSAKNYA TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA
Oleh: NUR ROZUQI*
Bila kita cermati, rusaknya tata kelola pemerintahan desa selama 10 tahun terakhir disebabkan oleh kombinasi korupsi, politik lokal yang manipulatif, lemahnya kapasitas aparatur, dan minimnya partisipasi warga. Para pelaku utamanya adalah kepala desa, perangkat desa, elite lokal, dan jaringan bisnis yang memanfaatkan Dana Desa dan otonomi untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Berikut penjabaran sistematis dan kontekstual:
1. Penyalahgunaan Dana Desa
• Sejak 2015, Dana Desa telah mengalir lebih dari Rp 500 triliun ke desa-desa di Indonesia.
• Namun, banyak kepala desa menyelewengkan dana melalui proyek fiktif, mark-up anggaran, dan pengadaan barang/jasa yang tidak transparan.
• Menurut KPK, ratusan kepala desa telah ditangkap karena korupsi Dana Desa, menunjukkan lemahnya pengawasan dan akuntabilitas.
2. Politik Lokal yang Merusak
• Pemilihan kepala desa sering diwarnai politik uang, intimidasi, dan konflik horizontal, yang merusak kohesi sosial dan demokrasi lokal.
• Setelah terpilih, kepala desa sering membentuk lingkaran kekuasaan tertutup, mengangkat perangkat desa berdasarkan loyalitas, bukan kompetensi.
• Elite lokal dan tokoh informal sering memengaruhi kebijakan desa demi kepentingan pribadi atau kelompok.
3. Lemahnya Kapasitas dan Dokumentasi
• Banyak desa tidak memiliki sistem dokumentasi yang rapi dan terstandar, baik untuk keuangan, aset, maupun kegiatan pembangunan.
• Format administrasi desa sering tidak dipahami atau hanya dijalankan secara formalitas, tanpa keterkaitan dengan perencanaan dan evaluasi.
• Pelatihan aparatur desa minim dan tidak berkelanjutan, sehingga banyak kebijakan desa tidak berbasis data atau kebutuhan riil masyarakat.
4. Minimnya Partisipasi dan Pengawasan Warga
• Musyawarah desa hanya menjadi ritual administratif, bukan ruang reflektif dan demokratis.
• BPD (Badan Permusyawaratan Desa) sering tidak menjalankan fungsi pengawasan secara aktif, bahkan terlibat dalam praktik nepotisme.
• Transparansi anggaran dan kegiatan desa rendah, masyarakat tidak tahu bagaimana dana digunakan dan apa dampaknya.
5. Fragmentasi Kebijakan dan Ketimpangan Antar Desa
• Banyak desa terisolasi secara informasi dan kebijakan, sehingga tidak mampu belajar dari praktik baik desa lain.
• Ketimpangan akses terhadap pendampingan, teknologi, dan sumber daya menyebabkan desa-desa tertinggal makin tertinggal, sementara desa-desa maju makin dominan.
6. Siapa yang Bertanggung Jawab?
a. Kepala Desa sebagai pengambil keputusan utama, sering menyalahgunakan kewenangan dan dana
b. Perangkat Desa sebagai pelaksana teknis, sering tidak kompeten atau tunduk pada tekanan politik
c. BPD sebagai pengawas internal, sering pasif atau terlibat dalam kompromi
d. Elite Lokal sebagai tokoh informal yang memengaruhi kebijakan dan distribusi sumber daya
e. Jaringan Bisnis kerap kali menyusup ke proyek dan pengadaan melalui kedekatan politik
f. Pendamping Desa yang kadang tidak efektif, tidak independen, atau tidak memahami konteks lokal
Kerusakan ini bukan hanya soal korupsi, tetapi menyangkut hilangnya semangat pemberdayaan, transparansi, dan demokrasi lokal. Desa yang seharusnya menjadi ruang hidup warga justru menjadi arena perebutan kekuasaan dan sumber daya.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

