PRIORITAS PENGGUNAAN BELANJA DESA BERDASARKAN UU 3/2024
Oleh: Nur Rozuqi*
Pasal 74 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur secara tegas dan strategis mengenai prioritas penggunaan Belanja Desa. Pasal ini menekankan bahwa pengeluaran keuangan desa harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan nyata masyarakat, melalui proses demokratis dan selaras dengan kebijakan lintas tingkat pemerintahan. Berikut penjelasan lengkap dan kontekstual dari setiap ayat:
A. Ayat (1): Prioritas Belanja Desa Berdasarkan Musyawarah dan Sinkronisasi
“Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah.”
Makna dan Implikasi:
1. Musyawarah Desa menjadi forum utama untuk menentukan arah belanja desa, menjamin partisipasi dan aspirasi warga.
2. Sinkronisasi lintas level pemerintahan: Belanja desa harus selaras dengan program strategis kabupaten/kota, provinsi, dan nasional (misalnya SDGs Desa, penanggulangan kemiskinan, stunting, digitalisasi desa).
3. Prioritas pembangunan harus berbasis kebutuhan lokal, bukan sekadar formalitas administratif.
Praktik Baik: RPJMDes dan RKPDes harus disusun berbasis hasil Musyawarah Desa dan dikonsultasikan dengan pemerintah daerah agar tidak tumpang tindih atau bertabrakan.
B. Ayat (2): Insentif untuk RT/RW sebagai Prioritas Pembangunan
“Prioritas kebutuhan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pemberian insentif bagi rukun tetangga dan rukun warga sesuai dengan pertimbangan kemampuan keuangan daerah.”
Makna dan Implikasi:
1. RT dan RW adalah ujung tombak pelayanan dan pengorganisasian masyarakat di tingkat mikro.
2. Insentif merupakan bentuk penghargaan atas kerja sosial mereka, bisa berupa honorarium, bantuan operasional, atau pelatihan.
3. Kemampuan keuangan daerah menjadi batasan: desa tidak wajib memberi insentif jika anggaran tidak memungkinkan, tetapi harus mempertimbangkan secara adil.
Praktik Baik: Desa dapat menetapkan Peraturan Desa tentang insentif RT/RW, dengan mekanisme transparan dan berbasis kinerja.
C. Ayat (3): Ruang Lingkup Kebutuhan Pembangunan
“Kebutuhan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa.”
Makna dan Implikasi:
1. Kebutuhan primer: pangan, air bersih, sandang, papan, dan energi.
2. Pelayanan dasar: pendidikan, kesehatan, administrasi kependudukan, perlindungan sosial.
3. Lingkungan: sanitasi, pengelolaan sampah, konservasi sumber daya alam, mitigasi bencana.
4. Pemberdayaan masyarakat: pelatihan, penguatan kelembagaan, pengembangan ekonomi lokal, BUMDes, koperasi, dan kelompok usaha.
Praktik Baik: Desa harus menyusun prioritas belanja berdasarkan analisis kebutuhan dan potensi lokal, bukan sekadar mengikuti template.
D. Saran Implementasi dan Penguatan Tata Kelola
1. Gunakan Musyawarah Desa sebagai ruang reflektif dan strategis, bukan hanya formalitas.
2. Susun RPJMDes dan APBDes yang mencerminkan prioritas pasal ini secara terukur dan partisipatif.
3. Kembangkan mekanisme evaluasi belanja desa berbasis dampak, bukan hanya serapan anggaran.
4. Libatkan masyarakat dalam audit partisipatif dan forum pertanggungjawaban tahunan.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

