REKOGNISI DAN REVITALISASI SEBUTAN LOKAL

REKOGNISI DAN REVITALISASI SEBUTAN LOKAL

Oleh: NUR ROZUQI*

UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa memang telah menyeragamkan struktur dan istilah pemerintahan desa secara nasional, menghapus banyak sebutan lokal seperti nagari, huta, kampung, banjar, marga, dan lainnya. Akibatnya, identitas lokal dan sistem sosial tradisional banyak yang terpinggirkan.

Namun, sejak berlakunya UU Desa No. 6 Tahun 2014, ada ruang untuk rekognisi dan revitalisasi sebutan lokal. Berikut adalah langkah-langkah strategis dan operasional untuk mengembalikan istilah-istilah lama secara sah dan bermakna:

A. Strategi Mengembalikan Sebutan Lokal yang Terhapus oleh UU No. 5/1979

1. Pahami Landasan Hukum yang Memberi Ruang Rekognisi

a. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 5 dan Pasal 6:
1) Desa dapat disebut dengan nama lain sesuai asal-usul dan adat istiadat.
2) Pemerintah mengakui dan menghormati asal-usul desa.

b. Permendagri No. 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa:
Penataan nama desa dapat mempertimbangkan sejarah, adat, dan aspirasi masyarakat. Artinya, desa bisa mengusulkan perubahan nama atau penggunaan istilah lokal secara formal.

2. Lakukan Kajian Historis dan Sosial Budaya

a. Bentuk Tim Kajian Identitas Lokal Desa: tokoh adat, sejarawan lokal, pemuda, dan perangkat desa.
b. Kaji sejarah istilah lama: makna, fungsi sosial, wilayah adat, dan peran dalam struktur masyarakat.
c. Dokumentasikan bukti: arsip, cerita rakyat, peta lama, struktur adat.

3. Adakan Musyawarah Desa dan Forum Adat

a. Libatkan seluruh unsur masyarakat dalam musyawarah khusus untuk membahas pengembalian istilah.
b. Bahas implikasi administratif, sosial, dan budaya.
c. Hasil musyawarah dituangkan dalam Berita Acara dan Rekomendasi Desa.
d. Pastikan proses inklusif dan berbasis aspirasi warga.

4. Susun Peraturan Desa (Perdes) tentang Rekognisi Istilah Lokal

a. Perdes ini menjadi dasar hukum lokal untuk penggunaan istilah lama.
b. Bisa mencakup:
1) Penggunaan istilah dalam dokumen resmi desa.
2) Penamaan dusun, RT/RW, lembaga adat, dan kegiatan budaya.
3) Integrasi dalam pendidikan dan pelatihan lokal.
c. Contoh: Perdes tentang Penggunaan Istilah “Kampung” sebagai Pengganti “Dusun”.

5. Ajukan Usulan Formal ke Pemerintah Daerah

a. Kirim surat resmi ke Bupati/Wali Kota melalui Dinas PMD.
b. Lampirkan:
1) Kajian historis
2) Berita acara musyawarah
3) Draft Perdes
4) Rekomendasi masyarakat
c. Jika menyangkut perubahan nama desa, ikuti prosedur Permendagri No. 1/2017.
d. Pemerintah daerah dapat menerbitkan SK atau merekomendasikan ke pusat.

6. Integrasikan Istilah Lokal dalam Program dan Media Desa

a. Gunakan istilah lama dalam:
1) Nama kegiatan: Musyawarah Kampung, Festival Nagari, dll.
2) Media desa: website, baliho, surat resmi.
3) Pendidikan lokal: PAUD, PKBM, pelatihan KPMD.
b. Ini memperkuat identitas dan membiasakan warga dengan istilah tersebut.

7. Advokasi dan Kemitraan

a. Libatkan universitas, LSM budaya, dan media lokal untuk mendukung gerakan rekognisi.
b. Adakan seminar, pameran, dan publikasi tentang sejarah istilah lokal.
c. Bangun narasi bahwa pengembalian istilah bukan nostalgia, tapi pemulihan identitas.

B. Contoh Format Perdes Rekognisi Istilah Lokal

“PERATURAN DESA [Nama Desa]”
Nomor: [XX] Tahun [XXXX] Tentang: Penggunaan Istilah Lokal dalam Tata Pemerintahan dan Sosial Kemasyarakatan

Pasal 1: Pengertian dan Sejarah Istilah
Pasal 2: Penggunaan Istilah dalam Struktur Sosial
Pasal 3: Integrasi dalam Dokumen dan Kegiatan Desa
Pasal 4: Pendidikan dan Sosialisasi
Pasal 5: Ketentuan Peralihan

Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…

*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

Bagikan manfaat >>

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ada yang bisa kami bantu? .
Image Icon
Profile Image
Bimtek Palira Perlu bantuan ? Offline
Bimtek Palira Mohon informasi tentang bimtek :