STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK BERBASIS KEARIFAN LOKAL
Oleh: NUR ROZUQI*
1. Pendahuluan
Konflik merupakan bagian tak terpisahkan dari dinamika sosial, termasuk di tingkat desa. Konflik bisa muncul akibat perbedaan kepentingan, kesenjangan informasi, ketidakadilan distribusi sumber daya, atau ketegangan antar kelompok. Dalam konteks desa, konflik yang tidak ditangani dengan bijak dapat menghambat pembangunan, merusak hubungan sosial, dan melemahkan kepercayaan terhadap kelembagaan lokal. Oleh karena itu, strategi penyelesaian konflik yang berbasis kearifan lokal menjadi pendekatan penting untuk menjaga harmoni sosial dan memperkuat kohesi komunitas. Kearifan lokal bukan hanya warisan budaya, tetapi juga sistem nilai yang hidup dan relevan dalam menyelesaikan persoalan secara damai dan berkeadilan.
2. Penjelasannya
Strategi penyelesaian konflik berbasis kearifan lokal mengedepankan pendekatan yang kontekstual, partisipatif, dan berakar pada nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Beberapa prinsip dan bentuk strateginya meliputi:
A. Prinsip-Prinsip Dasar
1) Musyawarah dan Mufakat
Penyelesaian konflik dilakukan melalui dialog terbuka, di mana semua pihak diberi ruang untuk menyampaikan pendapat. Keputusan diambil berdasarkan mufakat, bukan dominasi.
2) Restoratif, Bukan Retributif
Tujuan utama bukan menghukum, tetapi memulihkan hubungan sosial dan memperbaiki keretakan yang terjadi.
3) Pengakuan terhadap Nilai Adat dan Norma Sosial
Proses penyelesaian konflik menghormati adat istiadat, tokoh adat, dan norma lokal sebagai sumber legitimasi sosial.
4) Keterlibatan Tokoh Lokal
Tokoh masyarakat, pemuka agama, sesepuh desa, dan lembaga adat sering berperan sebagai mediator atau fasilitator yang dihormati oleh semua pihak.
B. Bentuk Strategi Berbasis Kearifan Lokal
1) Rembug Desa atau Rembug Warga
Forum informal yang digunakan untuk membahas dan menyelesaikan persoalan bersama. Biasanya dilakukan di balai desa, rumah tokoh masyarakat, atau tempat netral lainnya.
2) Adat Penyelesaian Sengketa
Di beberapa daerah, terdapat mekanisme adat seperti “sidang adat”, “penghulu kampung”, atau “tokoh tua” yang memiliki otoritas moral untuk menyelesaikan konflik.
3) Simbolisasi Perdamaian
Penyelesaian konflik sering diakhiri dengan simbol-simbol perdamaian seperti makan bersama, saling memberi maaf, atau ritual adat tertentu yang menandai pemulihan hubungan.
4) Pendekatan Mediasi Sosial
Tokoh lokal bertindak sebagai penengah, bukan pengadil. Mereka membantu kedua pihak memahami akar masalah dan mencari solusi yang dapat diterima bersama.
5) Penguatan Solidaritas Komunal
Konflik diselesaikan dengan menekankan pentingnya hidup bersama, gotong royong, dan menjaga nama baik komunitas.
C. Faktor Pendukung Efektivitas Strategi
1) Legitimasi tokoh adat dan tokoh masyarakat
2) Kepercayaan sosial terhadap mekanisme lokal
3) Dokumentasi dan pengakuan kelembagaan terhadap praktik kearifan lokal
4) Sinergi antara pendekatan adat dan regulasi formal (misalnya melalui Peraturan Desa)
3. Penutup
Strategi penyelesaian konflik berbasis kearifan lokal bukan hanya solusi teknis, tetapi pendekatan yang menghargai identitas, nilai, dan relasi sosial masyarakat desa. Ketika konflik diselesaikan dengan cara yang sesuai dengan budaya lokal, hasilnya tidak hanya damai, tetapi juga memperkuat rasa memiliki dan solidaritas warga. Dalam konteks tata kelola desa, pendekatan ini perlu diintegrasikan dengan mekanisme formal agar tercipta sistem penyelesaian konflik yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Desa yang mampu menyelesaikan konflik secara bijak adalah desa yang matang secara sosial dan berdaulat secara budaya.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

