UJARAN KEBENCIAN MENURUT HUKUM INDONESIA
Oleh: NUR ROZUQI*
Begini adalah uraian hukum yang jelas dan lengkap mengenai pernyataan di media sosial yang contohnya berbunyi “LSM XXX adalah LSM Bodrek”, yang mana pernyataan tersebut sesungguhnya bukan merupakan ujaran kebencian maupun tindakan pidana, berdasarkan prinsip hukum positif Indonesia dan kebebasan berekspresi:
1. Pengertian Ujaran Kebencian Menurut Hukum Indonesia
Ujaran kebencian (hate speech) dalam hukum Indonesia merujuk pada ekspresi yang mengandung unsur:
a. Kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan)
b. Hasutan untuk melakukan kekerasan atau diskriminasi
c. Penyebaran informasi bohong yang merugikan kehormatan atau reputasi seseorang atau kelompok
Dasar hukum yang sering digunakan:
a. Pasal 28 ayat (2) UU ITE: larangan menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA
b. Pasal 156 KUHP: larangan menyatakan perasaan permusuhan terhadap golongan penduduk
c. UU No. 40 Tahun 2008: tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
2. Analisis Frasa “LSM Bodrek”
Istilah “LSM Bodrek” secara umum digunakan dalam wacana publik untuk menyindir LSM yang dianggap tidak profesional, tidak kredibel, atau hanya mencari keuntungan pribadi. Meskipun bernada satir atau merendahkan, istilah ini:
a. Tidak mengandung unsur SARA
b. Tidak mengandung ancaman kekerasan
c. Tidak menghasut publik untuk membenci atau menyerang
d. Tidak menyebarkan informasi bohong yang dapat dibuktikan sebagai fitnah
Dengan demikian, frasa tersebut tidak memenuhi unsur ujaran kebencian menurut hukum yang berlaku.
3. Bukan Tindak Pidana: Perspektif Kebebasan Berekspresi
Dalam sistem hukum Indonesia, kebebasan berekspresi dijamin oleh:
a. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: setiap orang berhak atas kebebasan menyampaikan pendapat
b. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM: menjamin hak untuk berpendapat dan berekspresi
Pernyataan seperti “LSM XXX adalah LSM Bodrek” termasuk dalam:
a. Ekspresi opini atau kritik sosial
b. Pernyataan yang tidak mengandung ancaman atau hasutan
c. Tidak ditujukan untuk merusak secara langsung reputasi melalui kebohongan yang disengaja
Selama tidak ada bukti bahwa pernyataan tersebut:
a. Disampaikan dengan niat jahat (mens rea)
b. Mengandung fitnah yang dapat dibuktikan secara hukum
c. Menimbulkan kerugian nyata dan langsung
Maka pernyataan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, baik pencemaran nama baik maupun ujaran kebencian.
4. Penegasan: Kritik Bukan Kriminalisasi
Dalam praktik hukum dan etika publik:
a. Kritik terhadap lembaga, termasuk LSM, adalah bagian dari kontrol sosial
b. Penggunaan istilah satir atau metaforis seperti “Bodrek” tidak serta-merta menjadi dasar pemidanaan
c. Kriminalisasi ekspresi semacam ini justru bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kebebasan sipil
Kesimpulan
Pernyataan “LSM XXX adalah LSM Bodrek”:
1. Bukan ujaran kebencian karena tidak mengandung unsur SARA, hasutan, atau ancaman
2. Bukan tindak pidana karena tidak memenuhi unsur pencemaran nama baik, fitnah, atau penistaan
3. Termasuk dalam kategori kritik atau opini, yang dilindungi oleh hukum sebagai bagian dari kebebasan berekspresi
Jika lembaga merasa dirugikan, jalur etik atau klarifikasi publik lebih tepat daripada pemidanaan.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN