PASAL 118 HURUF B UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2024 BERTENTANGAN DENGAN LANDASAN OPERASIONAL BERDESA: UU NO. 6 TAHUN 2014
Oleh: NUR ROZUQI*
Ini uraian jelas dan lengkap mengenai potensi pertentangan antara Pasal 118 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 dan landasan operasional berdesa, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa:
A. Bunyi Pasal 118 Huruf b UU No. 3 Tahun 2024
“Kepala Desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang masih menjabat pada periode pertama dan periode kedua menyelesaikan sisa masa jabatannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan dapat mencalonkan diri 1 (satu) periode lagi.”
Ketentuan ini memungkinkan kepala desa dan anggota BPD yang telah menjabat dua periode untuk mencalonkan diri kembali satu periode lagi, sehingga total masa jabatan bisa mencapai 3 periode × 8 tahun = 24 tahun.
B. Landasan Operasional Berdesa: UU No. 6 Tahun 2014
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 merupakan kerangka hukum utama dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. UU ini menetapkan prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan operasional berdesa, antara lain:
1. Pasal 39 ayat (1)
Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak berturut-turut.
Artinya: total masa jabatan maksimal adalah 18 tahun, dan pembatasan ini berlaku untuk menjaga sirkulasi kekuasaan dan regenerasi kepemimpinan.
2. Pasal 31
Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Artinya: pemilihan harus menjamin kesetaraan hak politik dan kompetisi yang sehat, tanpa keistimewaan administratif bagi petahana.
3. Pasal 55 dan 56
Anggota BPD dipilih melalui mekanisme demokratis dan menjabat selama 6 tahun, dengan ketentuan pengisian dan pemberhentian yang transparan dan akuntabel.
C. Pertentangan Substansial dengan UU No. 6 Tahun 2014
1. Perubahan Batas Masa Jabatan Secara Retroaktif
a. UU No. 6 Tahun 2014 menetapkan batas maksimal 3 periode, dan banyak kepala desa telah menjabat 2 periode berdasarkan aturan tersebut.
b. Pasal 118 huruf b UU No. 3 Tahun 2024 mengubah batasan tersebut secara retroaktif, memberi hak mencalonkan kembali di luar ketentuan awal, yang mengganggu kepastian hukum dan prinsip pembatasan kekuasaan.
2. Ketimpangan Kompetisi Politik
a. Calon petahana yang telah menjabat dua periode diberi hak mencalonkan kembali, sementara calon lain tidak memiliki hak istimewa tersebut.
b. Ini mengganggu asas keadilan dan kesetaraan dalam pemilihan, sebagaimana dijamin dalam Pasal 31 UU Desa.
3. Pelemahan Regenerasi Kepemimpinan Desa
a. Dengan masa jabatan 8 tahun per periode dan hak mencalonkan kembali, seseorang bisa menjabat hingga 24 tahun.
b. Hal ini menghambat regenerasi kepemimpinan, bertentangan dengan semangat demokrasi desa dan prinsip pembatasan jabatan dalam UU No. 6 Tahun 2014.
4. Konflik Norma dan Ketidakselarasan Operasional
a. UU No. 6 Tahun 2014 sebagai landasan operasional berdesa menetapkan struktur dan batasan jabatan secara jelas.
b. Ketentuan baru dalam UU No. 3 Tahun 2024 mengubah struktur tersebut tanpa transisi yang adil, sehingga menimbulkan konflik norma dan ketidakpastian hukum di tingkat desa.
D. Analogi Praktis
Jika dalam sistem pemilihan presiden atau gubernur seseorang telah menjabat dua periode, maka tidak diperkenankan mencalonkan kembali. Maka, memberi hak tambahan kepada kepala desa dan anggota BPD yang telah menjabat dua periode adalah bentuk penyimpangan dari prinsip pembatasan kekuasaan dan regenerasi kepemimpinan yang diatur dalam UU Desa.
E. Kesimpulan
Ketentuan Pasal 118 huruf b UU No. 3 Tahun 2024:
1. Bertentangan dengan landasan operasional berdesa, yaitu UU No. 6 Tahun 2014.
2. Mengabaikan prinsip pembatasan masa jabatan, keadilan politik, regenerasi kepemimpinan, dan kepastian hukum.
3. Berisiko menciptakan dominasi kekuasaan jangka panjang, melemahkan demokrasi desa, dan mengganggu stabilitas sosial-politik lokal.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

