Modus Data, Desa Jadi Ladang Pundi Rupiah?
Semakin tidak bisa dipungkiri lagi terjadinya bertebaran petugas, relawan, pokja, entrier data atau sebutan lainnya yang melakukan pendataan berbasis profil desa yang terjadi akhir-akhir ini di desa menunjukkan bahwa desa semakin menjadi obyek, desa semakin dibelenggu, bahkan desa semakin dijajah oleh Kementerian, Lembaga, dan Badan yang sesungguhnya kemeterian, lembaga dan badan tersebut bisa berkoordinasi dalam satu komando.
Mari dilihat aktifitas di ladang pundi rupiah dengan modus data tersebut yang sekarang masih berlangsung, antara lain:
- Verval DTKS Kemensos.
- Pendataan SDGs Desa Kemendesa.
- Pendataan Keluarga 2021 BKKBN
Padahal data-data tersebut sebenarnya sudah ada, yaitu:
- Prodeskel Bina Desa Kemendagri.
- Data Kependudukan Dirjen Dukcapil.
- Base data BPS.
Kalau mereka ini tulus menggali data, kenapa tidak mempercayakan kepada kementerian, Lembaga, dan/atau Badan yang berwenang melakukan pendataan tersebut? Bukankah Undang Undang telah mengatur tentang Kementerian, Lembaga, dan/atau Badan mana yang memiliki kewenangan melakukan penggalian dan publikasi data?
Patut dipertanyanya ketulusan dan kinerja Kementerian, Lembaga, dan/atau Badan yang menyibukkan diri menjalankan program yang sesungguhnya bukan bagian dari kewenangannya ini. Hal ini bukan karena programnya saja, tetapi program tersebut juga menggunakan Anggaran Negara atau uang rakyat.
Naifnya, para Menteri, Kepala Lembaga, dan Kepala Badan yang terlibat dalam upaya penganiayaan terhadap desa ini tidak ada yang merasa melakukannya, padahal jika kita cermati, terasa sekali kalau mereka sedang melakukan pembantaian terhadap desa. Yang lebih naif lagi terhadap kondisi ini, Presiden mendiamkan saja.
Akan sangat arif dan profesional bila Kementerian, Lembaga, Badan dan/atau Institusi apapun di Negara ini bersikap, antara lain:
- Mempercayakan dan meminta data kepada BPS.
- Mengelola secara serius data desa dan kelurahan pada PRODESKEL.
- Mengelola secara benar data DUKCAPIL.
Terhadap tiga institusi pengelola data tersebut, harus:
- Dapat menjamin validitas data guna perencanaan dan pengembangan serta keberlanjutan pembangunan.
- Dapat menjamin tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik dari pihak dan/atau kelompok manapun.
- Bersifat publis terhadap seluruh Kementerian, Lembaga, dan/atau Badan Negara.
Selanjutnya, sebahai ilustrasi dan referensi, silakan baca file di bawah ini:
Terimakasih. Semoga barokah. Aamiin..
Penulis adalah:
Direktur PusBimtek Palira.
Ketua Umum DPP LKDN.
Salam berdesa.
Obyek dari sebuah oligarki. Dan masih banyak yang tidak memahami kultur yang sebenarnya tentang Desa. Bagaman tidak seblum lahirnya Undang undang No. 6/2014 desa tidaklah secantik dan menawan. Desa selain jadi obyek Anggaran tetapi juga sebagai Obyek Kepentingan, baik Politik , ekonomi , hukum dan kebudayaan. Yang lebih parah dan tragis Desa beserta seluruh organ kelembagaannya turut hanyutkarena banyak faktor.
Raja raja di desa semakin berkuasa mencari celah untuk melangsungkan kepentingannyadengan menopang regulasi dan kebijakan yang menguntungkan. Manakala terbit regulasi yang merugikan maka dengan samar samar di sampaikan.
Bayangkan saja.. dengan pagu global APBDES hampir rata rata 2M setiap desa ( sample minimnya ) Apa yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat desa secara umum ( output realisasi APBDES ) , Konsep Pembinaan , Pemberdayaan dan Pengawasan tidak dapat menembus keinginan dan kepentingan masyarakat desa,yang terjadi justru sebaliknya yaitu sebagai Pundi side income para pelaku dan pelaksana kegiatan.
Salam