Pengelolaan Dana Desa Jauh Dari Standart
Dengan besarnya anggaran dana desa yang selalu meningkat tiap tahunnya, diperlukan kesiapan, baik dari sisi regulasi, standar laporan keuangan, maupun pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangannya termasuk juga pengawasannya. Dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengelolaan dana desa tahun anaggaran 2019, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah dan Komisi V DPR RI untuk dilakukan perbaikan.
Pertama, pengalokasian dana desa belum sepenuhnya berdasarkan data sumber dari K/L berwenang dan belum andal. Kondisi ini masih terjadi sampai pengalokasian tahun 2019. Perhitungan alokasi Dana Desa oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan menggunakan data-data yang disampaikan oleh K/L sesuai dengan kewenangan (PMK Nomor 193/PMK.07/2018). Hasil pengujian atas pengalokasian dana desa menunjukkan bahwa data Jumlah Penduduk Miskin (JPM) dalam perhitungan alokasi dana desa belum sepenuhnya andal dan sesuai dengan data sumber. Selain itu, data Luas Wilayah (LW) dalam perhitungan alokasi dana desa belum sepenuhnya sesuai dengan data sumber dan andal . Selain penggunaan data LW yang tidak sesuai dengan data sumber, diketahui bahwa data LW belum sepenuhnya andal, dimana pada tahun 2019 terdapat 12 kabupaten dimana LW pada perhitungan alokasi dana desa lebih besar jika dibandingkan LW pada perhitungan alokasi DAU, dimana seharusnya LW pada alokasi dana desa lebih kecil atau sama dengan LW pada alokasi DAU. Data Indeks Kesulitan Geografis (IKG) dalam perhitungan alokasi dana desa juga belum sepenuhnya sesuai dengan data sumber.
Kedua, evaluasi atas penyaluran dana desa belum dilaksanakan secara memadai dan belum menjadi pertimbangan dalam pengalokasian dana desa. Dari data anggaran dan realisasi Dana Desa tiga tahun terakhir dapat diketahui bahwa tiap tahun terdapat sisa dana desa di RKUN (Rekening Kas Umum Negara) yang tidak disalurkan ke RKUD (Rekening Kas Umum Daerah). Tidak tersalurnya dana desa tersebut diantaranya disebabkan karena adanya perbedaan jumlah desa antara yang ditetapkan atau diajukan oleh Bupati dengan yang dialokasikan oleh DJPK, dimana data desa yang digunakan dalam pengalokasian diperoleh dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dari pemeriksaan juga ditemukan adanya desa-desa yang telah memperoleh alokasi dana desa namun tidak terdapat realisasi penyaluran atau persentase penyaluranya 0% pada beberapa tahun. Data dan informasi mengenai tidak terealisasinya dana desa dan status desa tersebut, belum dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka pengalokasian dana desa tahun berikutnya. Padahal seharusnya dana desa dapat dialokasikan pada desa yang benar-benar ada dan dapat terealisasi.
Ketiga, verifikasi atas syarat penyaluran berupa Peraturan Bupati/Walikota Mengenai Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa belum dilaksanakan secara memadai. Salah satu persyaratan dalam penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD adalah peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa. Selanjutnya, Kepala KPPN sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) melakukan evaluasi atas peraturan bupati/walikota tersebut mencakup tujuh hal, yaitu tata cara perhitungan, rincian dana desa, jumlah desa, mekanisme penyaluran, prioritas penggunaan, laporan realisasi penyerapan dan capaian output, serta sanksi. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK terdapat perbedaan nilai alokasi per desa antara yang ditetapkan dalam peraturan bupati/walikota dengan perhitungan yang dilakukan oleh DJPK. Di samping itu, Peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian dana desa setiap desa tidak dilengkapi dengan pembagian alokasi per jenis alokasi dan formulasi/cara perhitungan pada 42 kabupaten/kota (LHP tahun 2019).
Keempat, Tidak terdapat monitoring dan batasan waktu penyaluran sisa Dana Desa di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan Rekening Kas Desa (RKD). Berdasarkan data sisa Dana Desa di RKUD yang diperoleh dari Dit. PA, diketahui terdapat sisa Dana Desa di RKUD, yang diperoleh dari perhitungan antara nilai Dana Desa yang telah disalurkan dari RKUN ke RKUD, dikurangi dengan terbitnya SP2D RKUD ke RKD. Nilai total sisa Dana Desa di RKUD per Maret 2020 sebesar Rp2,33 triliun. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sisa Dana Desa yang terdapat pada RKUD tidak hanya Dana Desa yang disalurkan pada Tahun 2019, namun terdapat sisa dana dari penyaluran Tahun 2016, 2017, dan 2018. Terkait hal tersebut, terdapat beberapa catatan pemeriksaan BPK, yakni:
- Sisa Dana Desa di RKUD tersebut belum disalurkan ke RKD karena masih terdapat sisa dana di RKD. Atas nilai sisa Dana Desa tersebut tidak diketahui status dan perlakuannya. Hal ini menjadikan ketidakjelasan penggunaan Dana Desa, mengingat sisa Dana Desa tersebut melebihi satu tahun anggaran.
- Tidak terdapat batasan waktu penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD, dan penyaluran dapat dilakukan untuk sisa Dana Desa yang berasal tidak hanya dari satu tahun anggaran sebelumnya. Hal ini menunjukan tidak terdapat cut off dan batasan atas penyaluran Dana Desa ke RKD, sehingga tidak terdapat hal yang mendorong Desa untuk mencapai output yang direncanakan atau menyelesaikan program-program yang telah disusun dalam APBDes dalam satu tahun anggaran.
- Tidak terdapat pengaturan secara jelas mengenai batasan waktu tahun anggaran sebelumnya, terutama terkait dengan sisa Dana Desa di RKUD dan RKD yang masih bisa disalurkan, meskipun telah melampaui satu tahun anggaran.
- Berdasarkan keterangan dari Direktorat Pelaksanaan Anggaran diketahui bahwa pemantauan sisa dana di RKD dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Adapun Direktorat Pelaksanaan Anggaran sebagai tidak melakukan pemantauan, sehingga tidak diketahui secara pasti atas nilai sisa Dana Desa di RKD, dan status atas sisa dana tersebut.
Selain empat hal diatas, masih terdapat beberapa persoalan yang juga perlu mendapat perhatian berdasarkan hasil pemeriksaan BPK 2015-2018 yang masih sering terjadi, antara lain:
- potensi tumpang tindih program dari dana desa dengan program dari Kementerian/Lembaga lainnya,
- penggunaan dana desa yang tidak sesuai dengan prioritas,
- peran Tim Pendamping Profesional (TPP) yang belum efektif dalam meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan desa serta pembangunan desa,
- keterlambatan dalam pelaporan penggunaan dana desa.
- masih banyaknya kepala desa yang melakukan penyalahgunaan dana desa yang pada akhirnya berurusan dengan lembaga penegak hukum merupakan persoalan yang masih terus terjadi hingga saat ini.
Hal ini menunjukkan bahwa pendampingan dan pengawasan pengelolaan dana desa belum berjalan dengan optimal. Oleh karena itu, peningkatan pembinaan, pendampingan dan pengawasan pengelolaan dana desa menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Dikutip dari berbagai sumber
Terimakasih. Semoga barokah. Aamiin..
Penulis adalah:
Direktur PusBimtek Palira.
Ketua Umum DPP LKDN