JEJAK KAKI DESA BERPIJAK
Oleh: Tata Setiawan Nataatadja, SE
Konsekuensi logis perubahan dari penjajahan kepada kemerdekaan butuh penataan pemerintahan, sebagai pengelola Pemerintahan – Negara, hal ini dapat kita lihat pelaksanaan Pasal 18 UUD 1945, pertama kali dengan UU No. 1 Tahun 1945, di mana Penyelenggaraan Pemerintahan Desa masih menggunakan peraturan di Jaman Pemerintahan Hindia – Belanda Staattsblad No. 83 Tahun 1906, kemudian diubah dengan UU No. 22 Tahun 1948, daerah terbagi tiga Pemerintah Provinsi, Kabupaten atau Kota Besar dan Desa atau Kota Kecil, kemudian diubah lagi dengan UU No. 1 Tahun 1957, Pembagian Wilayah tetap terbagi tiga namun telah tegas susunannya yaitu Daerah Tingkat, I, II dan III, kemudian diubah lagi dengan PP. No. 6 Tahun 1959, pada PP ini hal hal yang mengatur diserahkan kepada DPRD Provinsi dan Kabupaten – Kota, kemudian diubah lagi dengan UU No. 18 Tahun 1965 Pembagian Daerah tetap terbagi Provinsi, Kabupaten – Kota dan Kecamatan, sedangkan Desa diatur tersendiri dengan UU No. 19 Tahun 1965, kemudian diubah lagi dengan UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Pemerintahan Di Daerah dan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, kemudian diubah lagi dengan UU No. 22 Tahun 1999 di mana Desa tidak diatur seperti pada UU sebelumnya, kemudian diubah lagi dengan UU No. 32 Tahun 2004 juga Desa tidak diatur secara khusus, kemudian diubah lagi dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU. No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Saya sendiri hadir di tiga jaman, yakni Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi, namun kendatipun demikian, saya hanya ingin bicara ke depan saja, dengan UU No. 6 Tahun 2014 berikut aturan turunannya, tidak mau terjebak untuk berpikir mundur, kendati pun tidak boleh melupakan perjalanan sejarah kedesaan.
Yang mengurus rakyat – masyarakat langsung adalah di Desa, bukan di Daerah Kabupaten – Kota, Provinsi maupun di Pusat, karena di Desa bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat – masyarakat, karena di Daerah Kabupaten – Kota dan Provinsi pada lingkup yang lebih luas apalagi bagi Pemerintahan Pusat, logis manakala terkesan samar dalam perhatiannya kepada Rakyat – Masyarakat.
Pemerintahan Desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah Pemerintah Desa dan BPD, di mana Pemerintah Desa adalah Kepala Desa yang dibantu Perangkat Desa sebagai Eksekutif, dan BPD sebagai representatif dari Masyarakat Desanya berkedudukan sebagai Legislatif, tugas – tugasnya sama sebagai penyelenggara pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat.
Pada kenyataannya sampai diturunkan pendapat ini, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa asih tergolong lemah, di mana Pemerintah Desa dan BPD perannya belum terlihat dengan jelas alias samar – samar, sehingga logis manakala mengundang reaksi masyarakat yang kurang bagus bagi para Penyelenggara Pemerintahan Desa, tupoksi belum diimpleentasikan dengan sebaik baiknya.
Guna menyikapi kondisi demikian, para penggerak PusBinTek PaLiRa hadir di tengah tengah dinamika Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, meskipun dalam suasana yang sangat sulit karena pandemi.
Pilihan Bimbingan Teknis bagi para Penggiat Desa, merupakan langkah yang sangat strategis khususnya bagi Penyelenggara Pemerintahan Desa sarana yang efektif menyambut sekaligus mengisi kewenangan desa melalui regulasi, wujudkan Desa Mandiri.
Kemandirian Desa sangat ditentukan peran serta masyarakat desanya sendiri, semakin luas peran serta masyarakat desa semakin jelas kemandiriannya, dengan peran serta masyarakat yang semakin luas, menunjukkan keberadaan penyelenggara Pemerintahan Desa secara terang benderang.
Terimakasih. Semoga barokah. Aamiin..
Penulis adalah:
Tutor PusBimtek Palira.
Menejer PusBimtek Palira Wilayah Propinsi Jawa Barat