TANAH BENGKOK DALAM PRESPEKTIF HUKUM
Tanggapan Atas Substansi Berita Dari Media hosnews.id Tanggal 2 Agustus 2022 dengan Judul ”Kasun Tawun Sukodadi Diduga Korupsi Dan Menguasai Tanah Kas Desa, Pemdes Diam Saja, Dikala Warga Menanyakan”
Menanggapi pemberitaan di atas yang secara lengkap dapat dibaca pada tautan ini: Kasun Tawun Sukodadi Diduga Korupsi Dan Menguasai Tanah Kas Desa, Pemdes Diam Saja, Dikala Warga Menanyakan – Hos News maka tanggapannya dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bahwa sesungguhnya Tahun 1992 pernah terbit Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1992 tentang Perubahan status Tanah Bengkok dan yang sejenis menjadi Tanah Kas Desa. Instruksi itu dalam rangka mendayagunakan tanah bengkok dengan berubah menjadi Tanah Kas Desa. Artinya: (1) sejak 1992 itu sudah tidak ada lagi sebutan Tanah Bengkok, yang ada adalah Bekas Tanah Bengkok; (2) yang harus menjadi Tanah Kas Desa atau sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa;
2. Bahwa bekas Tanah Bengkok yang merupakan Tanah Kas Desa menjadi Aset Desa, dikelola oleh Pemerintah Desa sebagai sumber PADes (Pasal 18 Permendagri No. 1/2016). Hasil pengelolaannya yang menjadi PADes itu pun masih dapat digunakan sebagai Tambahan Tunjangan Kades dan Perangkat Desa (Pasal 100 ayat (3) PP No. 47/2015 jo. PP No. 11/2019); juga untuk menunjang kegiatan pemerintahan Desa yang lain. Artinya: (1) Tambahan tunjangan tersebut dari hasil pengelolaannya, tidak boleh dikerjakan langsung; (2) hanya sebagian yang dapat digunakan sebagai tambahan tunjangan, selebihnya harus digunakan untuk kegiatan pemerintahan desa yang lain; (3) Pengambilan keputusannya harus dilakukan dalam Musyawarah yang melibatkan rakyat; dan (4) Proses pengelolaannya harus melalui lelang secara terbuka oleh Panitia Lelang yang dibentuk berdasarkan musyawarah dengan Keputusan Kepala Desa;
3. Bahwa pada paragraf kedua berita tersebut terdapat 3 hal penyimpangan yang seharusnya ditindak oleh pejabat yang berwenang baik dari dimensi hukum administrasi maupun pidana, yaitu: (1) Adanya kekosongan perangkat desa yang melebihi 2 bulan tidak diisi; (2) Adanya pengelolaan tanah kas desa oleh perangkat desa secara langsung; dan (3) Adanya uang dari PADes yang tidak masuk Rekening Kas Desa;
4. Bahwa dalam paragraf ketiga adanya frase ” ketua badan permusyawaratan Desa (BPD) yang mempunyai kewenangan penuh atas Desanya, diduga melakukan pembiaran atau turut serta bersama-sama tanpa ada tindakan.” Ini mendiskripsikan keadaan BPD yang sesungguhnya rakyat berhak meminta pertangungjawaban atas fungsi kepengawasan BPD.
5. Bahwa pada paragraf keempat terdapat frase “ada tanah kas Desa milik almarhum Bendahara selama ini dikuasai oleh Kasun Tawun”. Jika diskripsi ini benar faktanya, maka sesungguhnya ini adalah pidana dalam kategori temuan, tidak harus menunggu aduan.
6. Bahwa dalam paragraf kelima terdapat frase “itu sudah hampir dua tahun di garap Polo tanpa musyawarah dan tanpa di lelang,” hal ini bila faktanya benar, maka dapat meminta pertangungjawaban kepada Kepala Desa dan kepada BPD.
7. Bahwa pada paragraf ketujuh terdapat diskripsi: “Itu dulu dibuat tambahan untuk Pilkades dan untuk yang tahun ini, itu dijual tidak laku, akhirnya digarap oleh Kasun saya dan uangnya kalau panen ini untuk tanah ganjaran itu, dan semua ada bumi 500 Pak”. Diskripsi ini manakala benar, maka hal ini menunjukkan kalau Pemerintah Desa dan BPD nya belum atau tidak memahami tata kelola Aset Desa.
8. Bahwa dalam paragraf kedelapan terdapat frase yang merupakan ujaran Sekretaris Desa: “ya memang seperti itu faktanya”. Ujaran ini jika benar, maka hal ini menunjukkan kalau Sekretaris Desa tersebut tidak atau belum memahami kedudukannya sebagai Pejabat Pengelola Aset Desa.
9. Bahwa pada paragraf kesembilan terdapat frase yang juga merupakan ujaran Kasun, yaitu; “Kalau ini menjadi masalah ya saya kembalikan lagi ke Pak Kades”, bila ujaran ini benar, maka hal ini juga menunjukkan kalau Kasun tersebut masih gagal paham dengan tata kelola Aset Desa.
10. Bahwa substansi paragraf kesepuluh jika benar faktanya, maka ini memberi gambaran kalau tata kelola pemerintahan desa tersebut tidak transparan dan tidak partisipatif.
11. Bahwa substansi yang terdapat pada paragraf kesebelas dan keduabelas bila betul faktanya, maka hal ini memberi petunjuk tentang adanya sikap para pemangku desa dan pemangku kepentingan desa yang sangat merugikan rakyat yang tentunya sikap ini tidak perlu dipelihara lagi di era dimana demokratisasi, transparansi, akuntabilitas dan partisipatif yang semakin dinamis sekarang ini.
Demikian tanggapan ini diuraikan, semoga barokah.
Penulis adalah:
Direktur PusBimtek Palira
Direktur Utama PT. Padepokan Literasi Nusantara
Ketua Umum DPP LKDN