Kamuflase Kegiatan Anggaran Peningkatan Kapasitas

KAMUFLASE KEGIATAN ANGGARAN PENINGKATAN KAPASITAS

Banyak informasi dari berbagai daerah atas masih maraknya modus kegiatan anggaran yang kamuflasif, yaitu kegiatan anggaran yang secara administratif berupa pelatihan atau study banding, tapi dalam praktiknya adalah rekreasi.

Salah satu yang menarik untuk ditanggapi adalah informasi dari saudara Z (inisial samaran). Dalam informasi yang disampaikan berupa curhatan diuraikan sebagai berikut:

Setiap desa menganggarkan sekian puluh juta untuk belanja peningkatan kapasitas kades dan perangkat desa. Belanja yang seharusnya untuk meningkatkan kualitas pemerintah desa, namun pada kenyataan masih banyak kepala desa hanya menganggapnya sebagai reward jalan-jalan ke luar daerah. Sangat disayangkan jika anggaran yang setiap tahunnya dikeluarkan namun tidak berdampak pada desanya. Lemahnya kontrol terhadap pos belanja ini menjadi celah penyalahgunaan anggaran yang berupa pemborosan semata.

Penyalahgunaan anggaran ini tidak lepas dari praktik kolusi guna memuluskan rencana kepala desa ke luar daerah dengan alasan study tiru. Anehnya kegiatan seperti ini dibenarkan dan mendapat restu dari pemerintah Kabupaten dengan harapan dapat memberikan dampak pada desa.

Sebuah desa akan sejahtera jika tidak ada praktik-praktik curang yang memanfaatkan celah dan pembenaran dari pemerintah desanya. Maka dari itu di perlukan peran serta masyarakat dalam mengawasi pemerintah desa agar tidak melaksanakan kegiatan yang tidak membawa dampak yang baik bagi desanya.

Terhadap korupsi APBDes di Bidang Pemberdayaan, ada beberapa modus yang sering dan sepertinya sudah dilazimkan, antara lain dengan cara:

1. Kegiatan pemberdayaan fiktif, yaitu membuat DLPA kegiatan pemberdayaan fiktif yang sesungguhnya tidak ada kegiatan pemberdayaan apa-apa.
2. Membuat RAB (Rencana Anggaran Belanja) dengan nominal besar dengan Standar Harga Barang dan Jasa tertinggi/maksimal.
3. Belanja Barang dengan harga rendah, tapi nota belanja dibuat sama sebagaimana yang tercantum di RAB.
4. Mengurangi kualitas, ukuran, jumlah barang, tapi nota belanja dibuat sama sebagaimana yang tercantum di RAB.
5. Belanja Jasa (honor) rendah, tapi SPTJB (Surat Pertanggungjawaban Belanja) upah dan honor dibuat sama sebagaimana yang tercantum di RAB.
6. Rekanan fiktif atau abal-abal.
7. Membuat DLPA yang nilai belanja barang dan jasanya sama dengan RAB yang ada dalam DPA. Artinya dibuat habis.
8. Anda bisa menambah sendiri sebagaimana yang anda ketahui dan amati di desa anda.

Modus sebagaimana uraian di atas selayaknya segera dihentikan, jika memang hendak meningkatkan kapasitas para pemangku desa, sebaiknya lakukan pelatihan yang benar melalui kerjasama dengan lembaga pelatihan yang kredibel. Demikian pula jika memang hendak berekreasi, ya silakan programkan kegiatan rekreasi.

Terimakasih. Semoga barokah. Aamiin..

Penulis adalah:
Direktur PusBimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

Bagikan manfaat >>

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ada yang bisa kami bantu? .
Image Icon
Profile Image
Bimtek Palira Perlu bantuan ? Offline
Bimtek Palira Mohon informasi tentang bimtek :