MUTASI SEKRETARIS DESA YANG DI ANGKAT SEBAGAI PNS
(Dalam Payung Hukum UU 6/2014 Dan UU 5/2014)
Bahwa sesungguhnya keberadaan Sekretaris Desa sekarang ini dapat di bedakan menjadi:
1. Sekretaris Desa PNS
a. Sekretaris Desa yang diangkat menjadi PNS
b. PNS yang diangkat menjadi Sekretaris Desa
2. Sekretaris Desa Non PNS
Bahwa prosedur dan peraturan tentang mutasi Sekretaris Desa yang diangkat menjadi PNS itu berdasarkan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 beserta aturan pelaksanaannya dan Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 beserta aturan pelaksanaannya.
Berikut data dokumen peraturannya:
A. Data dokumen UU No 6 Th 2014 dan aturan pelaksanaannya:
DATA KESATU
UU NONOR 6 TAHUN 2014
Bagian Kelima
Perangkat Desa
Pasal 53
(1) Perangkat Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. berhalangan tetap;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa.
(3) Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
Perangkat Desa dilarang:
a. merugikan kepentingan umum;
b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g. menjadi pengurus partai politik;
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l. meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 52
(1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
DATA KEDUA
PP NOMOR 43 TAHUN 2014
Bagian Kedua
Perangkat Desa
Paragraf 3
Pemberhentian Perangkat Desa
Pasal 68
(1) Perangkat Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. berhalangan tetap;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa.
Pasal 69
Pemberhentian perangkat Desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. kepala Desa melakukan konsultasi dengan camat atau sebutan lain mengenai pemberhentian perangkat Desa;
b. camat atau sebutan lain memberikan rekomendasi tertulis yang memuat mengenai pemberhentian perangkat Desa yang telah dikonsultasikan dengan kepala Desa; dan
c. rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain dijadikan dasar oleh kepala Desa dalam pemberhentian perangkat Desa dengan keputusan kepala Desa.
Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa diatur dalam Peraturan Menteri.
DATA KETIGA
PERMENDAGRI NOMOR 83 TAHUN 2015
BAB III
PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA
Bagian Kesatu
Pemberhentian
Pasal 5
(1) Kepala Desa memberhentikan Perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan Camat.
(2) Perangkat Desa berhenti karena:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; dan
c. Diberhentikan.
(3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. Usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. Dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. Berhalangan tetap;
d. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perangkat Desa; dan
e. Melanggar larangan sebagai perangkat desa.
(4) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa dan disampaikan kepada Camat atau sebutan lain paling lambat 14 (empat belas) hari setelah ditetapkan.
(5) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Camat atau sebutan lain.
(6) Rekomendasi tertulis Camat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud ayat (4) didasarkan pada persyaratan pemberhentian perangkat Desa.
Bagian Kedua
Pemberhentian Sementara
Pasal 6
(1) Perangkat Desa diberhentikan sementara oleh Kepala Desa setelah berkonsultasi dengan Camat.
(2) Pemberhentian sementara Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena:
a) Ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan;
b) Ditetapkan sebagai terdakwa;
c) Tertangkap tangan dan ditahan;
d) melanggar larangan sebagai perangkat desa yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perangkat Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b dan huruf c diputus bebas atau tidak terbukti bersalah oleh Pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap maka dikembalikan kepada jabatan semula.
DATA KEEMPAT
PEREMENDAGRI NOMOR 67 TAHUN 2017
4. Ketentuan ayat (3) huruf b Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Kepala Desa memberhentikan perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan camat.
(2) Perangkat Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; dan
c. diberhentikan.
(3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. berhalangan tetap;
d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat Desa; dan
e. melanggar larangan sebagai perangkat Desa.
(4) Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan keputusan kepala Desa dan disampaikan kepada camat atau sebutan lain paling lambat 14 (empat belas) hari setelah ditetapkan.
(5) Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada camat atau sebutan lain.
(6) Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud ayat (4) didasarkan pada persyaratan pemberhentian perangkat Desa.
5. Ketentuan ayat (2) huruf a, huruf b dan huruf d Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Perangkat Desa diberhentikan sementara oleh kepala Desa setelah berkonsultasi dengan camat.
(2) Pemberhentian sementara perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena:
a. ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara;
b. dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan;
c. tertangkap tangan dan ditahan; dan
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perangkat Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, diputus bebas atau tidak terbukti bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikembalikan kepada jabatan semula.
8. Diantara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal yaitu Pasal 10A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10A
(1) Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan diangkat menjadi perangkat Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi Perangkat Desa tanpa kehilangan haknya sebagai pegawai negeri sipil.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan diangkat menjadi perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak menerima haknya sebagai pegawai negeri sipil, mendapatkan tunjangan perangkat Desa dan pendapatan lainnya yang sah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
9. Ketentuan Pasal 12 diubah dan ditambah satu ayat yaitu ayat (2a) sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
(1) Perangkat Desa yang diangkat sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini tetap melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya berdasarkan surat keputusan pengangkatannya.
(2a) Perangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diangkat secara periodisasi yang telah habis masa tugasnya dan berusia kurang dari 60 (enam puluh) tahun dapat diangkat sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun.
B. Data dokumen UU No 5 Th 2014 dan aturan pelaksanaannya:
DATA KESATU
UU NOMOR 5 TAHUN 2014
BAB II
ASAS, PRINSIP, NILAI DASAR, SERTA KODE ETIK
DAN KODE PERILAKU
Pasal 2
Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan pada asas:
a. kepastian hukum;
b. profesionalitas;
c. proporsionalitas;
d. keterpaduan;
e. delegasi;
f. netralitas;
g. akuntabilitas;
h. efektif dan efisien;
i. keterbukaan;
j. nondiskriminatif;
k. persatuan dan kesatuan;
l. keadilan dan kesetaraan; dan
m. kesejahteraan.
Paragraf 7
Mutasi
Pasal 73
(1) Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dan ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.
(2) Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
(3) Mutasi PNS antarkabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN.
(4) Mutasi PNS antarkabupaten/kota antarprovinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN.
(5) Mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat atau sebaliknya, ditetapkan oleh kepala BKN.
(6) Mutasi PNS antar-Instansi Pusat ditetapkan oleh kepala BKN.
(7) Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan.
(8) Pembiayaan sebagai dampak dilakukannya mutasi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk Instans
Daerah.
Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan karier,pengembangan kompetensi, pola karier, promosi, dan mutasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai
dengan Pasal 73 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
DATA KEDUA
PP NOMOR 11 TAHUN 2017
BAB V
PENGEMBANGAN KARIER, PENGEMBANGAN
KOMPETENSI, DAN SISTEM INFORMASI
MANAJEMEN KARIER
Bagian Kedua
Pengembangan Karier
Paragraf 6
Mutasi
Pasal 190
(1) Instansi Pemerintah menyusun perencanaan mutasi PNS di lingkungannya.
(2) Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dan ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.
(3) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
(4) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas dasar kesesuaian antara kompetensi PNS dengan persyaratan Jabatan, klasifikasi Jabatan dan pola karier, dengan memperhatikan kebutuhan organisasi.
(5) Mutasi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan.
(6) Selain mutasi karena tugas dan/atau lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PNS dapat mengajukan mutase tugas dan/atau lokasi atas permintaan sendiri.
Pasal 191
Mutasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat atau dalam 1 (satu) Instansi Daerah dilakukan oleh PPK, setelah memperoleh pertimbangan tim penilai kinerja PNS.
Pasal 196
(1) Pembiayaan sebagai dampak dilakukannya mutasi PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk Instansi Daerah.
(2) Biaya mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada instansi penerima.
Pasal 197
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan mutasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 sampai dengan Pasal 196 diatur dengan Peraturan Kepala BKN.
DATA KETIGA
PERATURAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2O09
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN MUTASI
BAB II
KETENTUAN MUTASI
Bagian Kesatu
Persyaratan
Pasal 3
(1) Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan mutasi yaitu:
a. berstatus PNS;
b. analisis jabatan dan analisis beban kerja terhadap jabatan PNS yang akan mutasi;
c. surat permohonan mutasi dari PNS yang bersangkutan;
d. surat usul mutasi dari PPK instansi penerima dengan menyebutkan jabatan yang akan diduduki;
e. surat persetujuan mutasi dari PPK instansi asal dengan menyebutkan jabatan yang akan diduduki;
f. surat pernyataan dari instansi asal bahwa PNS yang bersangkutan tidak sedang dalam proses atau menjalani hukuman disiplin dan/atau proses peradilan yang dibuat oleh PPK atau pejabat lain yang menangani kepegawaian paling rendah menduduki JPT Pratama;
g. salinan/fotokopi sah keputusan dalam pangkat dan I atau jabatan terakhir;
h. salinan/fotokopi sah penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
i. surat pernyataan tidak sedang menjalani tugas belajar atau ikatan dinas yang dibuat oleh PPK atau pejabat lain yang menangani kepegawaian paling rendah menduduki JPT Pratama; dan/atau
j. surat keterangan bebas temuan yang diterbitkan Inspektorat dimana PNS tersebut berasal.
(2) Analisis jabatan dan analisis beban kerja terhadap jabatan PNS yang akan mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibuat menurut contoh
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Bagian Kedua
Prosedur
Pasal 4
Prosedur mutasi selain mutasi dalam I (satu) Instansi Pusat atau dalam I (satu) Instansi Daerah, dilakukan sebagai berikut:
a. PPK instansi penerima membuat usul mutasi kepada PPK asal atau instansi dimana PNS yang bersangkutan bekeda untuk meminta persetujuan.
b. Usul mutasi dari PPK instansi penerima sebagaimana dimaksud pada huruf a, dibuat menurut contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
c. Apabila PPK Instansi asal menyetujui maka dibuat persetujuan mutasi.
d. Persetujuan mutasi dari PPK instansi asal sebagaimana dimaksud pada huruf c, dibuat menurut contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
e. Persetujuan mutasi sebagaimana dimaksud pada huruf d dibuat sebanyak 2 (dua) rangkap dan disampaikan kepada:
1. PPK instansi penerima; dan
2. PNS yang bersangkutan.
f. Berdasarkan persetujuan mutasi sebagaimana dimaksud pada huruf c, PPK instansi penerima menyampaikan usul mutasi kepada Kepala BKN lKepala Kantor Regional BKN untuk mendapatkan pertimbangan teknis.
g. Usul mutasi sebagaimana dimaksud pada huruf f, dibuat menurut contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dan Lampiran v yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
h. Pertimbangan teknis Kepala BKN lKepala Kantor Regional BKN diberikan apabila memenuhi persyaratan dan setelah BKN melakukan verifikasi dan validasi kebutuhan jabatan di instansi penerima dan instansi asal.
i. Pertimbangan teknis Kepala BKN lKepara Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada huruf h ditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari keda
sejak diterimanya usul mutasi.
j. Pertimbangan teknis Kepala BKN/Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada huruf h, dibuat menurut contoh sebagaimana tercantum dalam
Lampiran vI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
k. Berdasarkan pertimbangan teknis Kepala BKN/Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada huruf h, pejabat yang ditunjuk menetapkan
keputusan mutasi sesuai kewenangannya.
l. Keputusan mutasi sebagaimana dimaksud pada huruf k, dibuat menurut contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
m. Keputusan mutasi dibuat paling kurang 5 (lima) rangkap dan disampaikan kepada:
1. PPK instansi penerima;
2. PPK instansi asal;
3. PNS yang bersangkutan;
4. Kepala Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara/Kas Daerah; dan
5. Kepala BKN/Kepala Kantor Regional BKN
n. Berdasarkan keputusan mutasi sebagaimana dimaksud huruf k maka:
1. PPK instansi penerima menetapkan keputusan pengangkatan dalam jabatan; dan
2. PPK instansi asal menetapkan keputusan pemberhentian dari jabatan.
o. Keputusan pengangkatan PNS dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada huruf n angka l, dibuat menurut contoh sebagaimana tercantum dalam
Lampiran vIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
p. Keputusan pengangkatan dalam jabatan oleh PPK instansi penerima dan keputusan pemberhentian dari jabatan oleh PPK instansi asal sebagaimana
dimaksud pada huruf n, ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya keputusan mutasi.
Pasal 5
Mutasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat atau dalam 1 (satu) Instansi Daerah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Mutasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat atau dalam 1 (satu) Instansi Daerah dilakukan oleh PPK, setelah memperoleh pertimbangan Tim Penilai Kinerja PNS.
b. Dalam hal Tim Penilai Kinerja belum terbentuk, pertimbangan diberikan oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan.
c. Unit kerja yang membidangi kepegawaian membuat perencanaan mutasi.
d. Perencanaan mutasi disampaikan kepada Tim penilai Kinerja PNS untuk mendapatkan pertimbangan mutasi.
e. Berdasarkan pertimbangan mutasi dari Tim Penilai Kinerja PNS, unit kerja yang membidangi kepegawaian mengusulkan mutasi kepada PPK.
f. Berdasarkan usul mutasi sebagaimana dimaksud pada huruf e, PPK menetapkan pengangkatan PNS dalam jabatan.
TELAAH
Dari Data Di Atas, Hal-Hal Krusial Dapat Disarikan Sebagai Berikut:
A. TELAAH DARI DIMENSI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
1. Bahwa habis masa jabatan Perangkat Desa sampai pada era sekarang ini dengan kaidah aturan perundang-undangan tidak berlaku surut, maka dapat kategorikan sebagai berikut:
a. Perangkat Desa yang diangkat berdasarkan UU no 5 tahun 1979, habis masa jabatannya apabila sudah usia 64 tahun.
b. Perangkat Desa yang diangkat berdasarkan UU no 22 tahun 1999, habis masa jabatannya apabila sudah usia antara 56 sampai dengan 63 tahun (diatur dalam Perdes).
c. Perangkat Desa yang diangkat berdasarkan UU no 32 tahun 2004, habis masa jabatannya apabila sudah usia 60 tahun.
d. Perangkat Desa yang diangkat berdasarkan UU no 6 tahun 2014, habis masa jabatannya apabila sudah usia 60 tahun.
2. Bagi Perangkat Desa dari unsur PNS, antara pensiun dan habis masa jabatan itu tidak sama. Dan dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Perangkat Desa yang diangkat berdasarkan UU no 5 tahun 1979, UU no 32 tahun 2004, dan UU no 6 tahun 2014, ketika pensiun, itu bukan berarti habis masa jabatannya. Artinya perangkat desa tersebut tetap menjalankan tugasnya sebagai Perangkat Desa sampai habis masa jabatannya dengan status non PNS. Kecuali bila Perangkat Desa tersebut mengundurkan diri bersamaan dengan masa pensiunnya.
b. Perangkat Desa yang diankat berdasarkanUU no 22 tahun 1999, jika Perdes nya mengatur masa jabatan Perangkat Desa sampai usia 56 tahun. Ketika habis masa jabatannya sebagai Perangkat Desa, bukan berarti dia pensiun. Maka sebagai PNS, dia harus ditarik ke OPD.
3. Bahwa pasal dan ayat pada aturan perundang-undangan di atas telah jelas, bagaimana Perangkat Desa itu bisa diberhentikan oleh Kepala Desa. Apabila tidak ditemukan pasal dan ayat yang menyebabkan Perangkat Desa bisa diberhentikan serta tidak ada rekomendasi tertulis dari Camat, maka Perangkat Desa tersebut tidak bisa diberhentikan begitu saja oleh Kepala Desa. Demikian pula perihal pemberhentian sementara terhadap Perangkat Desa.
4. Bahwa peristiwa mutasi atau pindah tempat kerja bagi Perangkat Desa dari unsur PNS itu hanya bisa terjadi apabila atas permintaan Perangkat Desa yang bersangkutan itu sendiri, sebab perangkat Desa dari unsur PNS itu memiliki 2 macam SK dari atasan yang berbeda. Sebagai PNS, yang dijadikan pedoman mutasi adalah UU no 5 tahun 2014, tetapi sebagai Perangkat Desa, yang dijadikan pedoman adalah UU no 6 tahun 2014. Jadi Bupati tidak boleh seenaknya memutasi Pearngkat Desa dari unsur PNS.
5. Bahwa larangan keterlibatan Perangkat Desa pada Partai Politik, Pemilu dan Pemilu Kada dan sangsi hukumnya sudah jelas pasal dan ayatnya, tetapi tidak pernah secara efektif diberlakukan. Kondisi ini jika terus diabaikan, maka akan semakin terpuruk pembangunan demokrasi di Indonesia.
6. Bahwa pada perubahan ke-9 Permendagri nomor 67 tahun 2017, pasal 12 ayat (2a) memberi pengertian pada kita bahwa masa jabatan Perangkat Desa itu berdasarkan USIA, bukan periodisasi seperti Kepala Desa. Dan Perangkat Desa yang SK nya sekarang berdasarkan periodisas, bisa dilanjutkan sampai usia 60 tahun, cukup dengan memberikan SK penyesuaian masa jabatan.
B. TELAAH DARI DIMENSI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014
1. Bahwa mutasi PNS itu harus memenuhi syarat azas keterbukaan dan keadilan.
2. Bahwa Mutasi PNS itu harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan.
3. Bahwa dalam peraturan badan kepegawaian negara republik indonesia nomor 5 tahun 2019, tentang tata cara pelaksanaan mutasi, pada Bab II, ketentuan mutasi, bagian kesatu, persyaratan, Pasal 3, ayat (1) perihal Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan mutasi. Kata yang digunakan adalah kata “pengajuan”, ini artinya bahwa mutasi itu bisa dengan cara mengajukan atau diajukan. Bila cara dipakai mengajukan, maka sudah barang tentu PNS yang bersangkutan tahu, dan bila cara yang dipakai diajukan, maka PNS sebagai obyek penderita yang bersangkutan harus pula diberitahu sejak awal proses.
4. Bahwa berdasarkan peraturan badan kepegawaian negara republik indonesia nomor 5 tahun 2019, tentang tata cara pelaksanaan mutasi, Bab II, ketentuan mutasi, Bagian kedua, prosedur, pasal 4, huruf e, diuraikan bahwa Prosedur mutasi selain mutasi dalam i (satu) instansi Pusat atau dalam i (satu) instansi daerah, dilakukan sebagai berikut:
e. Persetujuan mutasi sebagaimana dimaksud pada huruf d dibuat sebanyak 2 (dua) rangkap dan disampaikan kepada:
1. Ppk instansi penerima; dan
2. Pns yang bersangkutan.
Artinya, di tengah proses mutase pun, PNS yang bersangkutan juga harus mengetahuinya.
5. Bahwa berdasarkan syarat dan prosedur mutasi, baik atas pengajuan sendiri maupun diajukan oleh PPK, proses mulai pemenuhan syarat, pelaksanaan prosedur, hinggal diterimanya SK mutasi itu PNS yang bersangkutan harus tahu dan/atau diberitahu.
Terimakasih. Semoga barokah.
Penulis adalah:
Direktur PusBimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN