PASAL 118 HURUF B UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2024 BERTENTANGAN DENGAN LANDASAN IDEAL PANCASILA
Oleh: NUR ROZUQI*
Begini uraian jelas dan lengkap mengenai potensi pertentangan antara Pasal 118 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 dan landasan ideal Pancasila, khususnya dalam konteks demokrasi desa, keadilan sosial, dan etika kepemimpinan:
A. Bunyi Pasal 118 Huruf b UU No. 3 Tahun 2024
“Kepala Desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang masih menjabat pada periode pertama dan periode kedua menyelesaikan sisa masa jabatannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan dapat mencalonkan diri 1 (satu) periode lagi.”
B. Landasan Ideal Pancasila dalam Pemerintahan Desa
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia memuat nilai-nilai fundamental yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan pemerintahan, termasuk di tingkat desa. Dalam konteks pemilihan dan masa jabatan kepala desa dan BPD, sila-sila berikut sangat relevan:
1. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
a. Menuntut adanya perlakuan yang adil dan setara bagi semua warga negara, termasuk dalam hak politik untuk dipilih dan memilih.
b. Menolak segala bentuk keistimewaan politik yang tidak proporsional, termasuk perpanjangan hak mencalonkan diri yang tidak berlaku umum.
2. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
a. Menekankan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, dan kepemimpinan harus lahir dari proses demokratis yang sehat.
b. Menuntut adanya sirkulasi kekuasaan, bukan dominasi oleh individu atau kelompok tertentu.
3. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Menuntut adanya kesetaraan kesempatan dalam kontestasi politik, termasuk dalam pencalonan kepala desa dan anggota BPD.
b. Menolak praktik yang berpotensi menciptakan oligarki lokal atau penguasaan jabatan secara berkepanjangan.
C. Pertentangan Substansial dengan Nilai-Nilai Pancasila
1. Keistimewaan Politik yang Tidak Adil
a. Ketentuan ini memberi hak mencalonkan kembali kepada kepala desa dan anggota BPD yang telah menjabat dua periode, padahal sebelumnya mereka telah mencapai batas maksimal.
b. Ini menciptakan privilege politik yang tidak dimiliki oleh calon lain, dan melanggar prinsip keadilan dan kesetaraan (Sila Kedua dan Kelima).
2. Pelemahan Sirkulasi Kepemimpinan
a. Dengan masa jabatan 8 tahun per periode dan hak mencalonkan kembali untuk satu periode tambahan, seseorang bisa menjabat hingga 24 tahun.
b. Ini menghambat regenerasi kepemimpinan, bertentangan dengan semangat demokrasi dan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan (Sila Keempat).
3. Risiko Oligarki dan Ketimpangan Sosial
a. Ketentuan ini membuka peluang bagi terbentuknya elite desa yang berkuasa terlalu lama, yang dapat mengendalikan sumber daya, kebijakan, dan akses politik.
b. Hal ini mengancam keadilan sosial dan partisipasi warga desa secara merata (Sila Kelima).
D. Analogi Etis dan Demokratis
Dalam sistem demokrasi yang berlandaskan Pancasila, batasan masa jabatan adalah mekanisme untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan mencegah penyalahgunaan. Jika seseorang diberi hak mencalonkan kembali setelah dua periode hanya karena perubahan undang-undang, maka:
1. Keadilan politik terganggu.
2. Etika kepemimpinan dilemahkan.
3. Kedaulatan rakyat terancam oleh dominasi kekuasaan jangka panjang.
E. Kesimpulan
Ketentuan Pasal 118 huruf b UU No. 3 Tahun 2024:
1. Bertentangan dengan landasan ideal Pancasila, khususnya sila kedua, keempat, dan kelima.
2. Mengabaikan prinsip keadilan, kesetaraan, sirkulasi kekuasaan, dan kedaulatan rakyat.
3. Perlu dikaji ulang secara filosofis dan etis, agar pelaksanaan pemerintahan desa tetap mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar demokrasi lokal dan etika kepemimpinan.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN

