PEMANGKU DESA TERLENA DENGAN JANJI POLITIK DALAM RUU PERUBAHAN KEDUA UU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
Ketika para pemangku desa sibuk dan konsentrasi pada usulan perpanjangan masa jabatan, status keaparatan dan kesejahteraan finansial diri mereka masing-masing, tampak jelas mereka sedang dalam kondisi terlena dengan janji-janji politik para elit negeri ini demi keberuntungan partainya masing-masing.
Frasa devinisi desa dalam RUU Perubahan Kedua UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang didiskripsikan pada Pasal 1 angka 1 jelas sekali bahwa desa akan diposisikan sebagai bagian pemerintah kabupaten/kota. Ini artinya rekognisi dan subsidiaritas akan dimusnakan di desa.
Para pemangku desa yang terlibat dalam pengusulan perubahan tersebut, tentunya harus memahami janji politik yang pada akhirnya sangat merendahkan kedudukan mereka dalam sistem Negara Kesatua Republik Indonesia yaitu yang secara substansial para elit politik telah berupaya menghapus rekognisi dan subsidiaritas desa yang sesungguhnya telah dimiliki oleh desa sejak terbitnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 ini.
Para pemangku desa harus paham, bahwa terjadinya pasang surut dan tarik ulur kepemilikan rekognisi dan subsidiaritas bagi desa dari UU 19/1965, 5/1979, 22/1999, 32/2004 dan 6/2014 cukuplah menjadi pelajaran bagi para pemangku desa, bahwa desa harus tetap mendapatkan kedudukannya secara proporsional sebagaimana kesejarahannya.
Supaya para pemangku desa mendapatkan kejelasan, silakan disimak devinisi desa berdasarkan Undang-undang nomor 19 tahun 1965 hingga Rancangan Undang-undang Perubahan Kedua UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang sedang dalam pembahasan di DPR dan Pemerintah saat ini:
HISTORI DEVINISI DESA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR DESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1965
Pasal 1. Yang dimaksud dengan Desapraja dalam Undang-undang ini adalah kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya dan mempunyai harta benda sendiri.
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1979
Pasal 1 huruf a
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999
Pasal 1 huruf o
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
Pasal 1 angka 12
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
Pasal 1 angka 1
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
RANCANGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
Pasal 1 angka 1
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang berkedudukan sebagai bagian dari Daerah Kabupaten/Kota yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat dan/atau hak asal usul yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari diskripsi frasa-frasa divinisi desa tersebut di atas, jelas sekali kalau desa akan kembali kedudukannya diletakkan di bawah telapak kaki pemerintah Kabupaten/Kota atau supra desa yang tentunya kedudukan para pemangku desa menjadi semakin sangat rendah dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai referensi, mari kita baca naskah utuh Undang-undang yang disebutkan di atas sebagai berikut:
1. UU Nomor 19 Tahun 1965 2. UU Nomor 5 Tahun 1974 3. UU Nomor 5 Tahun 1979 4. UU Nomor 22 Tahun 1999 5. UU Nomor 32 Tahun 2004 6. UU Nomor 06 Tahun 2014 7. RUU PERUBAHAN UU NO 6 TAHUN 2014-22-6-2023 8. UUD 1945 Amandemen
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN
Bukan tidak mungkin pendapat tersebut benar yerjadi, tp yang telah nyata saat ini bahwa UU no 6 th 2014 pun tidak benar2 dilaksanakan secara utuh dengan tetap adanya aturan2 yang digunakan untuk menuntun dan medikte anggaran dari dana yang ditransfer ke desa, bahwa dana tersebut dalam hal penggunaannya ada aturan yang harus dipatuhi sekalipun itu hasil dari musdes yang sber usulan dari musdus dan usulan masyarakat secara langsung, bahwa permendes terkait prioritas penggunaan dana desa harus dipatuhi, ini membuktikan bahwa campur tangan pemerintah pusat tetap lebih dominan, seharusnya permendes hanya mengatur mana yg tidak boleh tidak sampai pada jenis dan detail kegiatan, dalam kondisi yang seperti inilah sehingga para kepala desa memang selama ini belum merasakan bagaimana menyelenggarakan pemerintahan desa secara utuh sehingga yang dirasakan selama ini adalah kades (pemerintah) desa masih terasa sebagai kaki tangan pemerintah pusat dan daerah baik provinsi maupun kab/kota, apalagi banyaknya tugas pembantuan dan tanggung jawab yang selama ini dilaksanakan pemerintah kabupaten juga dilimpahkan ke desa melalui dinas-dinas terkait, termasuk dari kementrian-kementrian atau lembaga-lembaga lain semua desa yang menjadi titik tumpunya…