PERANGKAT DESA YANG MERANGKAP SEBAGAI PENDAMPING PKH, PLD, PD, TAPMD, DAN/ATAU TKSK
Oleh: NUR ROZUQI*
Mengenai perangkat desa yang merangkap sebagai pendamping PKH, PLD, PD, TAPMD, dan/atau TKSK, manakala ditinjau dari aspek hukum, etika pemerintahan, dan potensi konflik kepentingan, maka dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Landasan Hukum Larangan Rangkap Jabatan
Perangkat desa dilarang merangkap jabatan berdasarkan:
a. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 51: “Perangkat Desa dilarang merangkap jabatan sebagai anggota BPD, DPR, DPD, DPRD, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.”
b. Permendagri No. 67 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa
c. Keputusan Menteri Desa PDTT No. 40 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat Desa
d. Permensos No. 28 Tahun 2018 tentang TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan)
2. Potensi Jabatan yang Dirangkap
a. Pendamping PKH
1) Sumber Dana : APBN (Kemensos)
2) Kategori Jabatan : Non-struktural
3) Potensi Konflik Kepentingan : Penyaluran bansos, validasi data kemiskinan
b. PLD (Pendamping Lokal Desa)
1) Sumber Dana : APBN (Kemendes)
2) Kategori Jabatan : Tenaga Pendamping Profesional
3) Potensi Konflik Kepentingan : Perencanaan, pengawasan Dana Desa
c. PD (Pendamping Desa)
1) Sumber Dana : APBN (Kemendes)
2) Kategori Jabatan : Tenaga Ahli
3) Potensi Konflik Kepentingan : Supervisi pembangunan dan pemberdayaan desa
d. TAPMD (Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa)
1) Sumber Dana : APBN (Kemendes)
2) Kategori Jabatan : Tenaga Ahli Kabupaten
3) Potensi Konflik Kepentingan : Koordinasi lintas desa dan kebijakan daerah
e. TKSK
1) Sumber Dana : APBN (Kemensos)
2) Kategori Jabatan : Tenaga Sosial Kecamatan
3) Potensi Konflik Kepentingan : Penanganan masalah sosial dan bansos
3. Risiko dan Dampak Rangkap Jabatan
a. Konflik kepentingan: Perangkat desa memiliki akses terhadap data, anggaran, dan keputusan yang bisa memengaruhi objektivitas pendampingan.
b. Pelanggaran etika pemerintahan: Menjalankan dua fungsi yang saling mengawasi atau saling terkait secara anggaran.
c. Penerimaan ganda dari sumber dana negara: Berpotensi melanggar prinsip akuntabilitas dan efisiensi anggaran.
d. Sanksi administratif: Teguran, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap jika tidak mengundurkan diri.
4. Studi Kasus dan Sorotan Publik
a. Cirebon (2024): Seorang perangkat desa merangkap sebagai pendamping PKH dan Kaur Keuangan, menimbulkan sorotan karena potensi penyalahgunaan Dana Desa.
b. Takalar (2025): PLD merangkap Ketua BPD, melanggar Keputusan Menteri Desa No. 40/2021, dan akhirnya mengundurkan diri setelah tekanan publik.
c. Cianjur (2023): Perangkat desa merangkap TKSK, meskipun tidak ada larangan eksplisit dalam Permensos, tetap menimbulkan perdebatan etis dan efektivitas kerja.
5. Prinsip Tata Kelola yang Seharusnya Diterapkan
a. Netralitas jabatan: Perangkat desa harus fokus pada pelayanan administratif dan tidak terlibat dalam program pendampingan yang bersifat eksekutif.
b. Efisiensi dan akuntabilitas: Hindari penerimaan ganda dari APBN/APBDes.
c. Transparansi dan partisipasi: Pastikan masyarakat mengetahui struktur jabatan dan tidak ada tumpang tindih peran.
6. Solusi dan Rekomendasi
a. Pemerintah desa dan kecamatan perlu melakukan verifikasi jabatan ganda secara berkala.
b. Pendamping PKH, PLD, PD, TAPMD, dan TKSK harus menandatangani pakta integritas bahwa mereka tidak merangkap jabatan perangkat desa.
c. Jika rangkap jabatan terjadi, pengunduran diri wajib dilakukan dari salah satu posisi, sesuai regulasi dan surat edaran daerah.
Terima kasih, semoga barokah, Aamiin…
*Penulis adalah
Direktur Pusbimtek Palira
Ketua Umum DPP LKDN